REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Susahnya pemerintah dan Pertamina menurunkan harga jual BBM adalah akibat formula harga. Di dalamnya terdapat dua elemen yang dinilai perlu dikoreksi yakni konstanta dan harga rata-rata produk kilang minyak di Singapura (Mean Oil Platts Singapore/MOPS) yang jadi acuan Indonesia.
Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmi Radhy menilai salah satu alasan susahnya pemerintah dan Pertamina menurunkan harga jual BBM adalah akibat formula harga. Ia menjelaskan beleid tentang formula harga BBM yang terbitkan Kementerian ESDM menjadi salah satu penyebab harga produk energi tersebut sulit turun.
Fahmi mengatakan perubahan Kepmen baru tersebut terkait dengan penaikan konstanta dalam formula penetapan harga BBM. Harga BBM yang berlaku saat ini masih mengacu pada penetapan harga di awal Februari 2020.
Menteri ESDM yang baru Arifin Tasrif menerbitkan Kepmen ESDM No 62K/MEM/2020 tentang Formula Harga BBM yang diteken 28 Februari 2020. Beleid tersebut mengganti Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 187K/10/MEM/2019 tentang Formula Harga BBM.
Saat ini, lanjut Fahmi, harga minyak dunia cenderung turun drastis hingga rata-rata di bawah 20 dolar AS per barrel. Berdasarkan formula Kempen No 62K/MEM/2020, paling tidak ada dua kemugkinan penyebabnya, yakni penaikkan konstanta dan penetapan MOPS yang tidak sesuai dengan harga minyak dunia.
"Menteri ESDM Arifin Trasrif harus segera mengambil langkah-langkah konstruktif untuk menurunkan harga BBM dalam waktu dekat ini," kata Fahmi, Kamis (23/4).
Salah satunya mengembalikan besaran konstanta dalam penetapan formula harga BBM dengan menetapkan besaran konstanta itu seperti ditetapkan oleh Menteri ESDM sebelumnya, Ignasius Jonan. Fahmi menyarankan, Menteri ESDM harus mengevaluasi besaran MOPS yang disesuaikan dengan harga minyak dunia yang berlaku. Penurunan harga BBM sebenarnya akan dapat menaikkan daya beli masyarakat yang lagi terpuruk akibat Covid-19.