REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pulau Dewata tak lagi ramai dikunjungi wisatawan sejak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan pandemi Covid-19 di seluruh dunia. Imbasnya semua bisnis pariwisata di Bali menjadi lumpuh, termasuk usaha penukaran valuta asing (money changer).
Seperti yang dialami Alvian Sampow (46 tahun), pemilik usaha money changer di kawasan Jimbaran. Pendapatan bisnisnya menurun sangat signifikan semenjak virus corona (Covid-19) meluas hingga ke Bali. Pandemi Covid-19 telah memukul sektor pariwisata di banyak destinasi wisata di Bali, termasuk di Jimbaran, sehingga kunjungan wisatawan dan aktivitas ekonomi menjadi sepi.
Dampak virus mematikan ini besar sekali terlebih untuk pariwisata. "Covid-19 membuat usaha turun banget, bisa pendapatan dalam sehari nol, karena tamunya [pengunjung] sudah tidak ada yang menukar, sudah tidak ada,” ujar Alvian berkeluh kesah, belum lama ini.
Alvian telah menggeluti bisnis penukaran valuta asing selama 20 tahun. Ia yang sedang dihadapkan pada situasi sulit, tiba-tiba mendapatkan titik terang saat dirinya tidak sengaja menonton sebuah berita di televisi.
Tayangan televisi itu menginformasikan bahwa pemerintah memberikan kelonggaran kredit baik yang diberikan oleh perbankan ataupun industri keuangan nonbank, berupa penundaan cicilan hingga satu tahun dan juga penurunan bunga.
Di saat itulah, Alvian yang merupakan nasabah Bank BRI selama 11 tahun ini, menghubungi kantor cabang terdekat untuk mengajukan keringanan pinjaman. “Waktu nonton TV, saya melihat berita pemerintah ada relaksasi keringanan, dari situ saya langsung mengajukan ke BRI," ujarnya menuturkan.
Selama pengajuan keringanan Alvian mengakui bahwa prosesnya relatif mudah dan cepat, sehingga dirinya tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan relaksasi kredit tersebut. Dia menambahkan keringanan yang didapatnya sangatlah menguntungkan untuk perkembangan bisnisnya.
“Keringanan yang diberikan sangat membantu, karena pemasukan menurun. Jadi kalau otak sudah tenang tidak perlu mikir harus bayar pinjaman begini-begini, kerja bisa fokus ya, walau penghasilannya tidak seperti biasanya,” kata Alvian menjelaskan.
Pria asal Manado ini menceritakan sebelum wabah Covid-19 meluas, bisnis penukaran valas yang dijalankannya selalui ramai oleh pengunjung baik domestik maupun turis luar negeri, sehingga menghasilkan pendapatan yang relatif besar. Dalam situasi normal, Alvian bisa mengantongi omset sekitar Rp 500 ribu per hari atau sekitar Rp 12 juta sampai Rp 15 juta per bulan. Bahkan untuk meningkatkan usahanya, Alvian bekerja sama dengan money changer skala besar guna memenuhi kebutuhan valas.
“Usaha money changer bukan usaha satu-satunya, kadang-kadang saya juga mengantar tamu [wisatawan], tetapi sekarang tamunya [turis] saja sudah tidak ada. Paling orang domestik yang menukar uang, tetapi juga sekarang terpengaruh imbauan physical distancing,” tutur Alvian.
Sepinya kunjungan wisatawan dan turunnya permintaan akan penukaran valuta asing membuat bapak dari tiga orang anak ini memutar otak. Alvian pun berupaya mendapatkan pemasukan lain dengan mencoba-coba dagang online. Pasalnya, pendapatan dari usaha money changer tak lagi dapat diandalkan Alvian untuk mencukupi kebutuhan keluarga, pun untuk memenuhi kewajiban di bank.
"Sekarang ini nasabah-nasabah juga sangat terbantu adanya program dari BRI ini dan semoga saja Covid-19 bisa selesai. Jadi bisa berusaha lagi kerja lagi, untuk sekarang ini memang terbantu sekali dengan adanya program ini," tambah Alvian. Dia berharap wabah Covid-19 segera berlalu agar aktivitas pariwisata dan ekonomi kembali pulih, sehingga roda bisnis money changer dan usaha sampingannya dapat kembali bergeliat.
Dalam kebijakan relaksasi kredit, BRI sebagai bank yang concern terhadap pemberdayaan sektor UMKM, memberikan keringanan bagi pelaku usaha yang mengalami penurunan usaha akibat wabah Covid-19. Hal ini sebagai wujud nyata bahwa BRI terus mendukung keberlangsungan usaha sektor UMKM dan meningkatkan layanan kepada nasabahnya di tengah kondisi yang menantang akibat pandemi COVID-19.