REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Otoritas dan pengusaha lokal di China memberikan miliaran yuan dalam bentuk voucher belanja kepada masyarakat untuk mendorong daya beli konsumen. Langkah ini sebagai bentuk penawaran ‘pemanis’ keuangan perusahaan agar membujuk masyarakat mulai berbelanja lagi pasca penyebaran virus corona.
Seperti dilansir dari The Guardian, Rabu (22/4) selama masa lockdown di Cina, pusat perbelanjaan dan restoran sebagian besar tutup. Penawaran voucher belanja ini agar pelanggan lama tidak merasa khawatir untuk berbelanja kembali.
Para konsumen di China masih enggan kembali berbelanja karena khawatir tentang kontak fisik dan kondisi perekonomian akibat tingginya tingkat pengangguran.
Pembatasan ketat yang diberlakukan untuk menghentikan penyebaran virus corona di China mengakibatkan kontraksi ekonomi terbesar kedua di dunia pada kuartal pertama 2020. Penjualan ritel anjlok lima persen pada Januari dan Februari.
“Sekarang otoritas dan bisnis lokal sedang mencari cara kreatif untuk merangsang permintaan. Beberapa kota mendorong akhir pekan selama dua setengah hari untuk mendorong pengeluaran, dengan pejabat partai Komunis diminta untuk memberi contoh dengan berbelanja dan makan di luar,” ucap Kepala Penelitian di Fidelity International Ned Salter.
Pada bulan lalu, Suning, kelompok usaha ritel besar yang menjual barang elektronik, pakaian dan makanan, membagikan voucher senilai 600 juta yuan atau setara 70 juta poundsterling kepada pembeli. Perusahaan meluncurkan fitur kredit 'beli sekarang, bayar nanti' pada aplikasi perpesanannya Wechat.
"Pemulihan konsumen China akan menjelaskan apa yang mungkin terjadi di seluruh dunia sebagai wabah akhirnya memuncak dan surut. Ada tanda-tanda pemulihan yang jelas di seluruh segmen, meskipun kecepatan normalisasi agak lambat. Kita perlu melihat lebih banyak kepercayaan konsumen untuk mempertahankan peningkatan,” jelasnya.