REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonomi China pada periode Januari-Maret tumbuh sebesar 5,4 persen secara riil dibandingkan tahun sebelumnya, dengan laju ekspansi yang tidak berubah dari kuartal sebelumnya. Sebagaimana data resmi yang dirilis Rabu (16/4/2025), China mencatatkan prospek ekonomi yang cenderung tetap suram di tengah perang tarif yang semakin intensif dengan Amerika Serikat.
Didukung oleh langkah-langkah stimulus, peningkatan produk domestik bruto (PDB) yang disesuaikan dengan inflasi dari ekonomi terbesar kedua di dunia ini melampaui ekspektasi pasar, meskipun terdapat ketegangan dagang dengan Washington.
Angka PDB pada tiga bulan pertama tahun 2025 tersebut berada di atas target pertumbuhan sekitar 5 persen yang ditetapkan untuk sepanjang tahun.
Secara kuartalan, PDB China pada kuartal pertama 2025 naik 1,2 persen dibandingkan tiga bulan sebelumnya, melambat dari pertumbuhan 1,6 persen pada periode Oktober-Desember.
Biro Statistik Nasional menyatakan bahwa ekonomi China pada kuartal pertama “memulai dengan baik dan stabil serta mempertahankan momentum pemulihan” berkat efek berkelanjutan dari kebijakan makro dan peran yang semakin dominan dari inovasi.
“Namun, kita harus menyadari bahwa lingkungan eksternal menjadi semakin kompleks dan berat, dorongan terhadap pertumbuhan permintaan domestik yang efektif masih kurang, dan fondasi bagi pemulihan serta pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan belum sepenuhnya kokoh,” tambah biro tersebut.
Dua ekonomi terbesar dunia ini telah terlibat dalam perang tarif balasan sejak Presiden AS Donald Trump kembali ke Gedung Putih pada Januari untuk masa jabatan kedua yang tidak berurutan, dengan saling memberlakukan tarif tinggi.