Sabtu 18 Apr 2020 08:24 WIB

Dolar AS Melemah Karena Minat Terhadap Aset Berisiko Naik

Indeks dolar AS turun 0,22 persen menjadi 99,7987.

Petugas menunjukkan uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing. ilustrasi
Foto: RENO ESNIR/ANTARA FOTO
Petugas menunjukkan uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama lainnya melemah pada akhir perdagangan Jumat (17/4) atau Sabtu (18/4) pagi WIB. Pelemahan dolar AS ini dipicu oleh minat terhadap aset-aset berisiko meningkat kembali setelah ada tanda menggembirakan tentang hasil uji coba obat-obatan dan rencana Presiden Donald Trump membuka kembali perekonomiannya.

Sentimen didorong oleh laporan media semalam yang merinci data parsial menggembirakan dari uji coba obat eksperimental pada pasien Covid-19 yang sakit parah di rumah sakit University of Chicago.

Baca Juga

Berita rencana Trump untuk membuka kembali ekonomi terbesar di dunia itu juga diambil oleh investor sebagai tanda positif, bahkan setelah data pengangguran pada Kamis (16/4) menunjukkan rekor 22 juta orang Amerika mencari tunjangan pengangguran pada bulan lalu.

Pergerakan semalam menggulingkan dolar AS, yang secara cermat melacak sentimen risiko melalui krisis virus corona, dari tertinggi seminggu, dengan indeks dolar AS terakhir turun 0,22 persen menjadi 99,7987. Aset safe-haven lainnya seperti imbal hasil surat utang AS lebih rendah, sementara indeks S&P 500 menguat 1,8 persen.

Dolar AS juga jatuh terhadap euro dan poundsterling, meskipun menguat terhadap yen Jepang dan franc Swiss, mata uang safe-haven lainnya. "Saya pikir ada optimisme umum hari ini sehingga dolar ditempatkan di posisi sedikit kurang penting," kata John Doyle, wakil presiden untuk transaksi dan perdagangan di Tempus, Inc.

“Tapi secara keseluruhan, dolar akan tetap menjadi raja dalam beberapa bulan mendatang. Bahkan ketika kita keluar dari level tertinggi dolar bulan lalu, itu akan tetap kuat secara historis. "

Dolar AS akan mencatat kenaikan mingguan kecil setelah reli safe-haven minggu ini karena data suram dari Amerika Serikat pada Rabu (15/4) dan Kamis (16/4) dan sebuah laporan bahwa ekonomi China mengalami kontraksi pada kuartal pertama, kontraksi triwulanan pertama sejak negara ini mulai menerbitkan data pada 1992.

Ketika dolar jatuh, euro menguat 0,30 persen. Euro telah jatuh sekitar 1,46 persen terhadap dolar bulan ini, menghadapi penurunan bulanan terbesar sejak Juli tahun lalu, setelah mencapai level terendah terhadap franc Swiss dalam hampir lima tahun sebelumnya minggu ini.

Sementara Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan bahwa Uni Eropa bisa runtuh kecuali jika ia menemukan cara untuk berbagi biaya krisis, virus corona telah mengekspos kerentanan mata uang tunggal.

“Status euro mungkin telah berevolusi sejak wabah Covid-19 tetapi ke depan, kami bearish. Ini karena kami memperkirakan data Eropa akan terpisah lebih jauh dari data AS, dan itu sebagian disebabkan oleh kurangnya respons fiskal Eropa yang terkoordinasi - yang masih kami khawatirkan," tulis ahli strategi Bank of America dalam catatan kepada klien.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement