REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permintaan daging ayam diakui peternak mengalami penurunan di tengah pembatasan sosial imbas wabah virus corona. Di sisi lain, over suplai produksi ayam dalam negeri masih terjadi. Situasi itu membuat harga ayam di tingkat peternak terus tertekan dan menimbulkan kerugian.
Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia wilayah Jawa Barat, Mukhlis, menuturkan, harga livebird atau ayam siap potong sempat anjlok hingga Rp 5.000 per kilogram hingga Ahad (5/4) lalu. Ia menyebut, permintaan di pasar tradisional turun hingga 40 persen dan membuat penumpukan stok.
Di sisi lain, industri hotel, restoran, dan katering (horeka) banyak yang melakukan penutupan sementara. Situasi itu secara langsung mengurangi permintaan daging ayam dari peternak rakyat.
"Saat ini harga baru naik sedikit sekitar Rp 12.000 - Rp 15.000 per kilogram karena pabrikan (perusahaan integrator) setop produksi ayam," kata Mukhlis kepada Republika.co.id, Rabu (8/4).
Kendati harga kembali naik, posisi saat ini peternak tetap merugi. Sebab, rata-rata biaya pokok produksi ayam saat ini berkisar Rp 19.000 per kilogram. Mukhlis mengatakan, pasca penurunan drastis pada pekan lalu, Kementerian Pertanian menginstruksikan para pabrikan ayam untuk setop produksi dan penjualan hingga 12 April 2020 mendatang.
Namun, menurut dia, sudah banyak pabrikan yang kembali melakukan produksi dan menjual ke pasar. Hal itu membuat posisi harga ayam yang diproduksi peternak berpotensi untuk jatuh kembali. "Potensi ada, tapi kita berharap itu tidak terjadi lagi karena sudah tidak ada untungnya," ujar Mukhlis.
Akibat tak kuat menahan kerugian sejak tahun 2019 lalu, rata-rata peternak melakukan penjualan langsung kepada konsumen. Harga dipatok Rp 20 ribu per kilogram untuk ayam hidup sedangkan Rp 25 ribu per kilogram untuk ayam potong yang siap diolah.
Sementara itu, Ketua Pinsar Wilayah Jawa Tengah, Pardjuni, menambahkan, para peternak rakyat di Jawa Tengah juga mengalami situasi yang sama. Harga bahkan sempat turun hingga Rp 4.000 per kilogram. Menurutnya situasi itu karena over suplai juga masih terjadi.
"Sekarang mulai kita paksa harga ke Rp 14 ribu dengan cara pabrikan integrator stop produksi. Tapi hanya satu minggu. Sebetulnya, sebelum ada corona harga pun sudah jatuh," ujar dia.
Pardjuni menilai, pangkal dari masalah peternak yang berlarut akibat pemerintah sama sekali tidak bisa mengatasi over suplai ayam dalam negeri. Itu disebabkan lantaran perusahaan intergator juga memproduksi ayam hidup dalam jumlah besar.
Kurun waktu Januari-Februari 2020, Kementerian Pertanian telah menginstruksikan para integrator untuk melakukan pemusnahan bibit ayam demi mengurangi tingkat produksi ayam. Namun, pada bulan April, belum terdapat kebijakan lanjutan dari pemerintah untuk mengendalikan produksi ayam. Kebijakan tersebut amat penting untuk menyelamatkan para peternak rakyat yang telah lebih dari 1 tahun menjual ayam di bawah harga produksi.