REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah resmi dinaikkan mulai bulan ini melalui kebijakan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 24 Tahun 2020 tentang tentang Penetapan Harga Pembelian Pemerintah untuk Gabah atau Beras.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, Kementerian Koordinator Perekonomian, Musdhalifah Machmud, mengatakan, kenaikan perlu dilakukan untuk menyesuaikan harga gabah di pasaran.
"Harga gabah sebelumnya sudah lima tahun belum perbarui, jadi harus disesuaikan dengan perkembangan yang ada," kata Musdalifah kepada Republika.co.id, Senin (30/3).
Ia menjelaskan, besaran kenaikan acuan harga gabah sudah diperhitungkan berdasarkan saran dari kementerian dan lembaga teknis. Termasuk, Perum Bulog sebagai BUMN Pangan yang ditugaskan untuk melakukan penyerapan gabah petani.
"Sudah diputuskan dalam rakortas Kemenko Perekonomian dan itu berdasarkan saran semuanya," katanya menambahkan.
Acuan HPP gabah sebelumnya diatur melalui Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015. HPP Gabah Kering Panen (GKP) tingkat petani dan penggilingan masing-masing sebesar Rp 3.700 per kg dan Rp 3.750 per kg. Adapun, untuk Gabah Kering Giling (GKG) di penggilingan sebesar Rp 4.600 per kg dan di gudang Bulog Rp 4.650 per kg. Sementara harga beras di Bulog dihargai Rp 7.300 per kg.
Adapun acuan harga baru diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 24 Tahun 2020 sebagai kementerian teknis yang mengatur harga pangan. Berdasarkan beleid itu, HPP GKP di tingkat petani naik menjadi Rp 4.200 per kg dan di tingkat penggilingan menjadi Rp 4.250.
Sementara, HPP GKG juga naik menjadi Rp 5.250 di tingkat penggilingan dan Rp 5.300 di gudang Perum Bulog. Harga beras di gudang Bulog juga naik menjadi Rp 8.300 per kg.
Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, menilai kebijakan tersebut sudah dinantikan sejak jauh hari. Sebab, rata-rata harga gabah sudah berada pada rentang Rp 4.000 - Rp 5.000 per kg di tingkat petani.
"Keputusan ini cukup tepat dan juga dibuat menjelang panen raya padi bulan depan," katanya.
Menurut dia, dampak positif dari dinaikkannya HPP gabah akan membuat Bulog sebagai penyerap bisa lebih leluasa dan memiliki daya saing ketika berhadapan dengan penggilingan swasta yang juga menyerap gabah. Dengan begitu, volume gabah maupun beras yang bisa dibeli Bulog bisa lebih besar dan memperkuat cadangan pangan.
Penguatan cadangan pangan terutama beras harus dilakukan untuk menjaga stabilitas harga di pasar. Terlebih, adanya situasi pandemi Covid-19 di Indonesia yang secara langsung menekan daya beli masyarakat sehingga harga beras sebagai pangan pokok perlu dipastikan. Baik dari sisi ketersediaan, harga, dan keterjangkauan.
Said memperkirakan, dinaikkannya harga acuan itu kemungkinan berdampak pada kenaikan harga beras di hilir. Hanya saja, hal itu bisa diminmalisasi karena Bulog sebagai instrumen stabilitator harga akan memiliki pasokan yang lebih besar dan memenuhi kebutuhan pasar.
"Secara teori seperti itu. Ketika Bulog bisa serap lebih banyak, tentu harga di pasar lebih stabil karena volume stok yang dipegang Bulog menjadi sinyal bagi pasar," kata dia.
Diharapkan kebijakan tersebut dapat langsung diterapkan oleh Bulog. Penggunaan dasar hukum berupa Permendag semestinya bisa langsung digunakan karena merupakan aturan teknis yang dapat langsung dieksekusi di lapangan.
"Disaat situasi seperti ini, selain daya beli masyarakat yang rendah, tentunya petani juga harus diperhatikan. Saya rasa kenaikan harga ini sekaligus membantu petani kita," tuturnya.