Jumat 27 Mar 2020 20:46 WIB

Pengelola Rumah Sakit Pertanyakan Insentif Pajak

Pemerintah bisa mempertimbangkan kembali pemberian insentif bagi pengelola RS.

Rep: Eko Widiyatno / Red: Agus Yulianto
Petugas dengan alat pelindung diri berdiri di salah satu beranda di Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19.
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Petugas dengan alat pelindung diri berdiri di salah satu beranda di Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID,  PURWOKERTO -- Kalangan pengelola rumah sakit swasta di wilayah eks Karesidenan Banyumas mempertanyakan insentif pajak yang diberikan pemerintah. Dalam Peraturan Menteri Keuangan No 23/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak Bagi Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona, ternyata tidak semua sektor mendapat insentif.

''Dalam PMK tersebut, ada 440 usaha/industri yang mendapat insentif PPh, dan 102 usaha/industri yang mendapat keringanan PPN. Tapi, tidak untuk pengelolaan rumah sakit, sama sekali tidak mendapat insentif,'' kata Kepala Asosiasi Rumah Sakit Swasta se eks Karesidenan Banyumas, dr Widayanto MKes, Jumat (27/3).

Dia menyebutkan, hampir semua sektor usaha saat ini terdampak kondisi wabah COVID 19. Tak terkecuali, kalangan pengelola rumah sakit baik yang menjadi rumah sakit rujukan maupun rumah sakit non rujukan pasien COVID 19.

''Bagi karyawan medis maupun non medis di RS, risiko tertular penyakit ini sangat tinggi. Bukan hanya RS yang menjadi rujukan, tapi juga RS yang bukan rujukan karena petugas akan berhadapan langsung dengan pasien yang belum terdiagnosa jenis penyakitnya,'' ungkapnya.

Demikian juga dalam hal pengadaan perlengkapan medis, Widayanto menyebutkan, baik rumah sakit rujukan maupun non rujukan, saat ini sedang menghadapi persoalan tingginya harga perlengkapan medis. ''Hampir semua peralatan medis yang dibutuhkan rumah sakit mengalami kenaikan harga luar biasa,'' katanya.

Dia menyebutkan, untuk klaim BPJS memang saat ini baru diterimakan pengelola RS. Namun itu pun tidak seluruh klaim bisa dibayarkan. Lebih dari itu, imbauan agar warga tidak berobat ke rumah sakit kecuali dalam kondisi darurat, menyebabkan jumlah pasien menurun drastis. 

''Kondisi ini menyebabkan kondisi cashflow sebagian sebagian besar rumah sakit mengalami kesulitan,'' ujarnya.

Berdasarkan kondisi ini, dia berharap, pemerintah bisa mempertimbangkan kembali pemberian insentif keringanan PPh dan PPN bagi karyawan dan pengelola rumah sakit. Bukan hanya bagi rumah sakit rujukan, namun juga rumah sakit non rujukan.

''Dengan adanya keringanan pajak, kalangan pengelola rumah sakit akan bisa lebih optimal memberi pelayanan pada masyarakat,'' tuturnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement