REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memproyeksikan rasio pajak atau tax ratio pada tahun ini dapat dipertahankan sama seperti perolehan pada 2022. Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu Ihsan Priyawibawa mengatakan rasio perpajakan pada 2022 mencapai 10,4 persen.
"Mudah-mudahan kalau kita lihat tahun 2023 bisa mempertahankan rasio pajak kita di atas 10 persen," kata Ihsan dalam sebuah diskusi di Bogor, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023).
Dia menjelaskan, buoyancy pajak dalam dua tahun terakhir lebih dari satu. Hal tersebut menunjukan penerimaan pajak Indonesia bisa menangkap pertumbuhan ekonomi maupun inflasi.
"Hal ini sehingga tax ratio kita juga membaik dalam dua tahun terakhir dibandingkan masa pandemi 2020 8,3 persen dan 2021 bisa 9,1 persen dan 2022 bisa 10,4 persen," jelas Ihsan.
Dia menambahkan, penerimaan pajak pada dua tahun terakhir yaitu 2021 dan 2022 tumbuh sangat baik. Selain ditopang dengan pemulihan ekonomi, hal tersebut dikarenakan harga komoditas juga sangat baik kemudian juga ada beberapa kebijakan perpajakan yang mendukung penerimaan pajak.
Ihsan menuturkan, pada 2019, DJP melakukan penerimaan pajak sebesar Rp 1.332,7 triliun. Lalu pada 2022 setelah pandemi DJP berhasil mencatat penerimaan pajak mencapai Rp 1.716,8 triliun. "Artinya kalau kita lihat nilai nominalnya memang jauh lebih tinggi ketimbang katakanlah pada sebelum pandemi 2019," ucap Ihsan.
Sementara itu, Ihsan memastikan penerimaan pajak sejak Januari hingga Agustus 2023 sudah mencapai Rp 1.246 triliun. Dia menuturkan angka tersebut menunjukan sudah mencapai 72,58 persen dari target penerimaan APBN 2023.
Dia memerinci, PPh nonmigas mencapai Rp 708,23 triliun atau tumbuh 7,06 persen. Lalu penerimaan PPN dan PPnBM yaitu Rp 477,58 triliun atau tumbuh 8,14 persen.
Sementara Untuk PBB dan pajak lainnya terkontraksi 12 persen mencapai Rp 11,64 triliun. Lalu juga PPh Migas minus 10,58 persen mencapai Rp 48,51 triliun.
"Kelihatan memang penerimaan dari bulan ke bulan mengalami perlambatan. Meskipun secara akumulatif dari Januari hingga Agustus masih tumbuh positif di 6,4 persen. Tiga bulan terakhir ini kami mengalami kontraksi," ungkap Ihsan.