Sabtu 21 Mar 2020 07:22 WIB

Kebijakan Enam Bank Sentral Dunia Pukul Dolar AS

Sepekan terakhir dolar AS menguat 4,32 persen.

Petugas menata mata uang dolar AS di salah satu gerai penukaran uang asing di Jakarta, ilustrasi (Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO)
Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Petugas menata mata uang dolar AS di salah satu gerai penukaran uang asing di Jakarta, ilustrasi (Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO)

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dolar AS melemah pada akhir perdagangan Jumat (20/3) atau Sabtu (21/3) pagi WIB. Pelemahan dolar AS ini menyusul langkah enam bank sentral utama dunia yang mengumumkan tindakan terkoordinasi untuk meningkatkan likuiditas dalam mata uang tersebut.

Greenback telah melakukan reli yang garang selama pekan ini karena investor bergegas untuk mendapatkan mata uang tersebut. Dolar AS melonjak 4,32 persen, yang merupakan kenaikan mingguan terbesar sejak krisis keuangan 2008.

Baca Juga

Mata uang dari dolar Australia hingga poundsterling Inggris jatuh ke posisi terendah multi-tahun setelah penurunan suku bunga oleh bank-bank sentral dan suntikan dana miliaran dolar gagal menenangkan pasar yang panik.

Pada Jumat (20/3) enam bank sentral utama mengumumkan tindakan terkoordinasi untuk meningkatkan likuiditas dalam greenback dengan meningkatkan frekuensi operasi pertukaran mata uang mereka terjadi setiap hari.

"Peningkatan operasi likuiditas dolar AS yang terkoordinasi pada 15 Maret sudah merupakan langkah signifikan yang membangun pengalaman Krisis Keuangan Hebat, tetapi pergeseran hari ini ke operasi sehari-hari belum pernah terjadi sebelumnya," kata Frederic Ducrozet, ahli strategi di Pictet Wealth Management.

Dolar AS naik menjadi 1,03, tertinggi sejak Januari 2017, terhadap sekeranjang mata uang selama seminggu ketika investor telah melikuidasi semuanya, dari saham, obligasi hingga emas dan komoditas. Indeks dolar AS turun 0,32 persen pada Jumat (20/3).

"Bagi banyak negara dengan pinjaman dalam dolar, depresiasi besar-besaran dalam mata uang domestik mereka, dan kekuatan dalam dolar, telah semakin mengancam pada saat sebagian besar pasar negara berkembang dan ekonomi maju menuju atau sudah dalam resesi," analis di Action Economics mengatakan pada Jumat (20/3) dalam sebuah laporan.

Namun demikian, beberapa indikator pendanaan menunjukkan tekanan yang berkelanjutan di pasar.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement