REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam rangka mengoptimalkan implementasi pengendalian kasus kematian babi yang diakibatkan penyakit African Swine Fever (ASF) atau Demam Babi Afrika (DBA) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Kementan melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) bersama Pemda NTT tengah menyusun peta kasus dan profiling daerah tertular dan bebas.
"Peta dan profiling tersebut sebagai dasar dalam menyusun strategi spesifik untuk pengendalian di daerah tertular dan pencegahan penyebaran ke daerah bebas," kata Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen PKH, di Jakarta, (20/3).
Menurut Fadjar, Ditjen PKH dan Pemda NTT telah menyepakati rencana aksi pengendalian kasus ASF di Pulau Timor. Hal tersebut telah dibahas dalam rapat koordinasi yang melibatkan semua pemangku kepentingan terkait di Kupang pada tanggal Kamis (12/3) yang lalu. "Rencana aksi penting lain adalah pelibatan tokoh masyarakat dan agama dalam mendukung pengendalian ASF, dengan menggiatkan KIE kepada peternak dan pedagang," tambahnya.
Hal tersebut dianggapnya penting mengingat berdasarkan data terakhir, tercatat angka kematian Babi akibat ASF di Pulau Timor, NTT mencapai 4888 ekor di 6 kabupaten/kota yakni Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Belu, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, dan Malaka. "Langkah ini kita ambil agar kasus dapat di tahan di Pulau Timor saja, dan tidak menyebar ke wilayah pulau-pulau lain di NTT," harapnya.
Di dalam Pulau Timor sendiri jelas Fadjar, akan dibuat batas jelas antara daerah tertular dan daerah bebas. Pembatasan ini juga akan dilengkapi dengan posko pengawas lalu lintas ternak babi dan produknya.
"Jadi di dalam Pulau Timor sendiri, nanti masih ada daerah bebas yang punya peluang mensuplai daging atau babi ke daerah lain. Ini kita lakukan untuk menjamin kesehatan hewan sekaligus mendukung berputarnya roda ekonomi peternak," imbuhnya.
Fadjar juga menekankan pentingnya peran serta masyarakat dalam menerapkan prinsip-prinsip biosekuriti yang baik. Ia menjelaskan pentingnya pemetaan dan penandaan dalam penerapan biosekuriti tersebut. Ke depan tambahnya, pedagang yang biasa berkeliling membeli babi hanya bisa membeli babi dari daerah bebas dan tidak masuk daerah tertular.
Ia juga berpesan agar pedagang babi turut menerapkan prinsip biosekuriti dengan menjaga kendaraan, keranjang, dan peralatannya tetap steril dari virus pada saat mendatangi kandang-kandang peternak. Hal itu dapat dilakukan dengan disinfeksi secara rutin.
Fadjar kemudian menerangkan bahwa khusus untul peternak terdampak, pemerintah akan memfasilitasi dalam hal biaya penguburan dan mendampingi mereka agar dapat mengakses fasilitas KUR untuk permodalan.
"Apabila kita dapat mengendalikan dan menekan kasusnya di Pulau Timor, maka kita dapat mengurangi kerugian peternak di Pulau Timor sekaligus melindungi peternak di pulau lain," katanya.