REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus mematangkan rencana perusahaan pelat merah melakukan pembelian kembali atau buyback saham BUMN. Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, Kementerian BUMN telah melakukan koordinasi dengan 12 BUMN yang akan melakukan buyback.
"Tadi sudah koordinasi untuk buyback saham, ada 12 BUMN yang akan buyback nilainya Rp 7 triliun sampai Rp 8 triliun," ujar Arya di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (10/3).
Arya memerinci, BUMN-BUMN yang akan melakukan buyback terdiri atas BUMN perbankan seperti BRI, Mandiri, BTN, BNI. Selain itu, BUMN konstruksi seperti Wijaya Karya, Adhi Karya, PP, Jasa Marga, Waskita dan BUMN pertambangan seperti Antam, Bukit Asam, serta Timah. Arya mengatakan, rencana buyback saham BUMN tak lepas dari penurunan IHSG.
"Periodenya buyback sudah mulai diserahkan kepada masing-masing perusahaan strateginya," ucap Arya.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengizinkan semua emiten atau perusahaan publik melakukan pembelian kembali (buyback) saham sebagai upaya memberikan stimulus perekonomian dan mengurangi dampak pasar yang berfluktuasi secara signifikan.
Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan, OJK mencermati kondisi perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia sejak awal 2020 sampai Senin (9/3) terus mengalami tekanan signifikan yang diindikasikan dari penurunan IHSG sebesar 18,46 persen. Hal ini, kata dia, terjadi seiring pelambatan dan tekanan perekonomian baik global, regional, maupun nasional sebagai akibat dari wabah COVID-19 dan melemahnya harga minyak dunia.
"Untuk itu, OJK hari ini mengeluarkan kebijakan pelaksanaan pembelian kembali saham yang dikeluarkan oleh emiten atau perusahaan publik (buyback saham)," ujar Anto.
Anto menjelaskan, buyback saham oleh emiten atau perusahaan publik dalam kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan dilakukan dengan merelaksasi pembelian kembali dapat dilakukan tanpa terlebih dahulu memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan jumlah saham yang dapat dibeli kembali dapat lebih dari 10 persen dari modal disetor dan paling banyak 20 persen dari modal disetor, dengan ketentuan paling sedikit saham yang beredar 7,5 persen dari modal disetor.