Rabu 04 Mar 2020 18:29 WIB

Allianz Indonesia Bukukan Dana Kelolaan Rp 40,18 Triliun

Dana kelolaan Allianz di 2019 tumbuh 14 persen yaitu dari Rp 35 triliun jadi Rp 40,18 triliun

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Seorang staf Allianz life Indonesia menjelaskan produk asuransi  di Kantor Pusat Allianz Indonesia di Jakarta. Dana kelolaan Allianz di 2019 tumbuh 14 persen yaitu dari Rp 35 triliun jadi Rp 40,18 triliun
Foto: Dok Allianz
Seorang staf Allianz life Indonesia menjelaskan produk asuransi di Kantor Pusat Allianz Indonesia di Jakarta. Dana kelolaan Allianz di 2019 tumbuh 14 persen yaitu dari Rp 35 triliun jadi Rp 40,18 triliun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Allianz Indonesia membukukan dana kelolaan senilai Rp 40,18 triliun pada 2019. Kinerja asset under management (AUM) tersebut berhasil tumbuh di tengah tahun politik dalam negeri dan ketidakpastian global.

"Angka tersebut naik sebesar 14 persen dibandingkan tahun 2018 yang hanya sebesar Rp35,33 triliun," kata Chief Investment Officer Allianz Life Indonesia Ni Made Daryanti, Rabu (4/3).

Made menjelaskan, portfolio AUM Allianz Infonesia ini terdiri dari dana yang dikelola dari produk unit link sebesar 53 persen, asuransi jiwa dan kesehatan sebesar 25 persen dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) sebesar 22 persen.

Dari total 60 fund yang dikelola, terdapat tiga fund yang paling diminati nasabah. Produk tersebut antara lain SmartLink Equity Fund dengan AUM Rp10,17 triliun, SmartLink Balanced Fund sebesar Rp2,16 triliun dan SmartLink Fixed Income Fund sebesar Rp1,35 triliun.

Adapun jumlah nasabah Allianz Indonesia tahun 2019 juga mengalami peningkatan sebesar 4,23 persen menjadi 626.310 dari 600.869 nasabah. Sedangkan jumlah tertanggung juga mengalami kenaikan sebesar 18,99 persen menjadi 9,49 juta dari 7,92 juta.

Sementara itu, produk unitlink akan tetap mendominasi portfolio bisnis perusahaan pada tahun ini. Hingga saat ini, sekitar 89 persen dari total premi yang didapat perseroan bersumber dari penjualan unitlink.

"Porfolio unitlink tahun ini masih akan terbesar," kata Chief Marketing Officer Allianz Life Indonesia, Karin Zulkarnaen.

Menurut Karin, produk unitlink masih sangat diminati lantaran sifatnya yang cukup fleksibel. Dengan unitlink, nasabah bisa memilih sendiri asuransi tambahan atau rider yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

Karin mengakui, salah satu rider yang baru diluncurkan tahun lalu, Hospital Surgical Care Premier, menjadi pendorong utama pertumbuhan unitlink di 2018. Selain itu, dengan memilih unitlink nasabah masih memungkinkan mendapatkan tambahan potensi investasi.

Untuk meningkatkan penetrasi nasabah, Karin mengatakan, tahun ini perusahaan akan menambah jumlah agen yang khusus menyasar segmen milenial. Hingga saat ini, menurut Karin, agen masih menjadi distribusi terbesar untuk penjualan produk.

Selain menambah jumlah agen, Karin mengatakan, perusahaan juga akan menambah kerja sama dengan perbankan. Saat ini, baru ada tiga bank yang menyalurkan produk asuransi Allianz yaitu HSBC, BTPN dan Maybank.

"Dalam waktu dekat, kita akan meluncurkan satu bancassurance lagi," kata Karin. Karin optimistis bisnis asuransi pada 2020 akan tumbuh positif. Hal tersebut mempertimbangkan kondisi global dan dan stabilitas ekonomi domestik.

Perkembangan perang dagang AS-China sudah berhasil mencapai kesepakatan fase pertama. Di sisi lain, kebijakan moneter yang serentak dilakukan hampir seluruh Bank Sentral dunia akan menjadi modal yang baik untuk pergerakan pasar keuangan 2020, khususnya untuk kelas asset berisiko tinggi.

Dari dalam negeri, menurut Karin, katalis positif utama akan datang dari RUU Omnibus Law yang akan menyederhanakan regulasi dan birokrasi. Karin melihat Omnibus Law ini akan mendorong perbaikan iklim investasi, mendorong daya saing serta ketenagakerjaan.

Melihat sejumlah katalis positif tersebut, Karin optimtis bisnis perusahaan dapat tumbuh dengan baik. "Kita menargetkan double digit growth. Potensi untuk bisa berkembang masih sangat tinggi," tutur Karin.

Meski demikian, menurut Karin, masih ada sejumlah tantangan dan risiko yang perlu diperhatikan pada tahun ini. Diantaranya, kelanjutan kesepakatan dagang fase kedua serta penyebaran virus corona.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement