REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan kebijakan stimulus untuk menjaga pertumbuhan perekonomian nasional sebagai kebijakan countercyclical dalam mengantisipasi down-side risk dari penyebaran virus corona. Ada tiga langkah stimulus yang telah disiapkan regulator.
Pertama, otoritas melakukan relaksasi pengaturan penilaian kualitas aset kredit dengan plafon sampai dengan Rp 10 miliar. Penilaian itu hanya didasarkan pada satu pilar, yaitu ketepatan pembayaran pokok dan atau bunga terhadap kredit yang telah disalurkan kepada debitur sektor yang terdampak penyebaran virus corona.
Kedua, relaksasi pengaturan restrukturisasi kredit yang disalurkan kepada debitur sektor yang terdampak penyebaran virus corona. Ketiga relaksasi pengaturan ini akan diberlakukan sampai dengan satu tahun setelah ditetapkan namun dapat diperpanjang bila diperlukan.
"Kebijakan stimulus OJK ini diharapkan bisa memitigasi dampak pelemahan ekonomi global terhadap pertumbuhan dan stabilitas ekonomi nasional," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso dalam keterangan tulis di Jakarta, Kamis (27/2).
Menurutnya perekonomian global masih akan dihadapkan dengan tantangan yang cukup besar. Di tengah upaya memperbaiki kinerja perekonomian, peningkatan tensi geopolitik di Timur Tengah dan belum selesainya isu perang dagang antara AS dan China, dunia juga dihadapkan pada kasus virus corona yang dampaknya tidak dapat dikatakan kecil bagi perekonomian global.
Salah satu dampak langsung dari perkembangan tersebut adalah ke perekonomian China yang kontribusinya terhadap PDB dunia mencapai 16 persen. Diperkirakan pertumbuhan ekonomi Tiongkok akan mencapai level terendah selama 29 tahun terakhir yang akan berdampak pula pada pertumbuhan perekonomian negara-negara mitra dagangnya.
Dampak dari masih tingginya ketidakpastian perekonomian global juga tercermin di perekonomian domestik, terutama pada investasi dan kinerja eksternal yang cenderung melambat. “Di tengah perlambatan ekonomi global, OJK menilai berdasarkan data Januari 2020, stabilitas sektor jasa keuangan masih dalam kondisi terjaga dengan intermediasi sektor jasa keuangan membukukan kinerja positif dan profil risiko industri jasa keuangan tetap terkendali,” jelasnya.
Meskipun tingkat konsumsi masih tumbuh stabil, menurutnya indikator-indikator sektor riil domestik masih menunjukkan tren yang relatif mixed. Minimnya sentimen positif baik dari perspektif global maupun domestik turut memengaruhi kinerja sektor jasa keuangan domestik pada bulan laporan, khususnya di pasar saham.
Hingga pada 21 Februari 2020, pasar saham melemah sebesar 0,97 persen month to date (mtd) atau 6,62 persen year to date (ytd) menjadi 5.882,3. Pelemahan ini lebih disebabkan pada kekhawatiran investor terhadap virus corona yang akan berdampak pada kinerja emiten di Indonesia. Namun, pasar Surat Berharga Negara (SBN) masih menguat dengan yield yang turun sebesar 17,3 bps mtd di tengah net sell oleh investor nonresiden (asing) sebesar Rp 6,8 triliun.
Perbankan tercatat menjadi penopang pasar SBN domestik dengan melakukan pembelian sebesar Rp 52,4 triliun. Kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan Januari 2020 sejalan dengan perkembangan yang terjadi di perekonomian domestik. Kredit perbankan mencatat pertumbuhan positif sebesar 6,10 persen year on year (yoy), ditopang oleh kredit investasi yang tetap tumbuh double digit level 10,48 persen yoy.
Sepanjang Januari 2020, industri asuransi berhasil menghimpun premi sebesar Rp 26,2 triliun dan tumbuh sebesar 9,7 persen yoy. Hingga dengan 24 Februari 2020, penghimpunan dana melalui pasar modal telah mencapai Rp 14 triliun. Adapun jumlah emiten baru pada periode tersebut sebanyak sembilan perusahaan dengan pipeline penawaran sebanyak 53 emiten dengan total indikasi penawaran sebesar Rp 21,2 triliun.
Risiko nilai tukar perbankan berada pada level yang rendah, dengan rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 2,21 persen, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20 persen. Sementara itu, likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Liquidity coverage ratio dan rasio alat likuid/non-core deposit masing-masing sebesar 208,73 persen dan 101,49 persen, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 100 persen dan 50 persen.
Permodalan lembaga jasa keuangan terjaga stabil pada level yang tinggi. Capital Adequacy Ratio perbankan sebesar 22,83 persen. Sejalan dengan itu, Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 789 persen dan 345 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen.