REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VI DPR RI meminta kepada pemerintah untuk bisa selektif memberikan insentif penurunan harga gas bagi industri. Komisi VI menilai insentif penurunan harga gas perlu diprioritaskan untuk industri dalam negeri.
Anggota Komisi VI dari Fraksi PDIP, Evita Nursanty menilai pemerintah perlu selektif dalam pemberian insentif penurunan harga gas untuk industri. Ia meminta pemerintah menjamin bahwa penurunan harga gas bisa mendorong daya saing industri nasional.
"Ini kan diterapkan dukungannya untuk pelaku industri. Maping sedang dibuat, tapi kami menilai perlu ada roadmap industri mana saja yang berhak menerima itu," ujar Evita di DPR, Selasa (25/2).
Evita pun mengingatkan, pemerintah berhati-hati dalam menetapkan tujuh golongan industri yang mendapatkan insetif harga gas. Agar insentif diberikan ke industri lokal, bukan industri asing.
"Hati hati dalam menerapkan ini. Jangan sampai itu malah industri dengan modal asing. Kalau asing, semangat yang untuk memajukan industri dalam negeri bisa tidak tercapai," ujar Evita.
Sementara Anggota Komisi XI DPR Ramson Siagian mengatakan, dalam bagi hasil migas skema cost recovery negara mendapat bagian 70 persen dari hasil produksi gas, dengan adanya penurunan harga gas menjadi 6 dolar per MMBTU maka bagian tersebut harus diturunkan, kondisi ini akan berdampak pada penurunan PNBP dari sektor migas.
"Saya pikir gas yang sudah berproduksi hampir semua dengan sistem cost recovery, otomtatis itu akan mengurangi PNBP minyak dan gas di APBN 2020," kata Ramson.
Menurut Ramason, untuk menutupi penurunan PNBP dari sektor migas, perlu yang mendapat insentif penurunan harga gas harus meningkatkan sumbangan ke pendapatan negara.
"Ya ini memang konsekuensinya maksud saya harus mencari peningkatan penerimaan negara juga termausk PNBP di sektor lain," tuturnya.
Ramson melanjutkan, selain meningkatkan pendapatan negara, industri penerima insentif penurunan harga gas juga harus menurunkan harganya. Sehingga lebih terjangkau dan kompetitif dengan industri negara lain.