Kamis 20 Feb 2020 18:44 WIB

Luas Baku Sawah Naik, Alokasi Pupuk Bersubsidi akan Ditambah

Kementan tengah mengajukan penambahan alokasi pupuk subsidi ke Kemenkeu.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Kementan menegaskan jumlah pupuk bersubsidi masih cukup. Pemerintah menyediakan pupuk sesuai Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), dan alokasi anggaran sesuai luas baku lahan sawah yang ditetapkan Kementerian ATR/BPN.
Kementan menegaskan jumlah pupuk bersubsidi masih cukup. Pemerintah menyediakan pupuk sesuai Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), dan alokasi anggaran sesuai luas baku lahan sawah yang ditetapkan Kementerian ATR/BPN.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Pertanian menyatakan akan menambah alokasi pupuk bersubsidi untuk tahun 2020. Penambahan pupuk tersebut seiring bertambahnya luas baku sawah nasional setelah dilakukan pembaruan data pertanian.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian, Sarwo Edhy mengatakan, penambahan pupuk bersubsidi tengah dalam proses pengajuan dari Kementerian Pertanian kepada Kementerian Keuangan selaku pemegang anggaran negara.

Baca Juga

"Pupuk bersubsidi bertambah, sekitar 1,2 juta ton. Tapi belum tahu kapan ditetapkan karena menunggu arahan Menteri Keuangan," kata Sarwo kepada Republika.co.id, Kamis (20/2).

Diketahui, penambahan alokasi pupuk bersubsidi untuk petani sebanyak 1,2 juta ton senilai Rp 2,6 triliun. Penambahan itu dilakukan untuk memastikan seluruh petani yang terdata sesuai dengan luasan lahan yang dikelola bisa mendapatkan pupuk subsidi dengan mudah.

Kementan bersama DPR RI sebelumnya telah menyepakati alokasi pupuk bersubsidi tahun 2020 sebanyak 7,94 juta ton dengan total anggaran Rp 26,3 triliun. Penetapan alokasi itu mengacu pada luas lahan baku sawah seluas 7,1 juta hektare hasil penghitungan 2018.

Pupuk sebanyak itu terdiri dari pupuk urea sebanyak 3,27 juta ton senilai Rp 11,34 triliun, SP-36 sebanyak 500 ribu ton senilai Rp 1,65 triliun, ZA sebanyak 750 ribu ton setara Rp 1,34 triliun, serta NPK sebanyak 2,7 juta ton dengan nilai Rp 11,12 triliun. Lalu, ada pula pupuk organik atau kompos kualitas tertentu senilai Rp 1,14 triliun.

Namun, dalam keberjalanannya luas baku sawah tersebut masih menimbulkan perdebatan. Sebab, kesalahan pada luas baku sawah akan berdampak pada alokasi pupuk bersubsidi yang disiapkan dan berpotensi banyaknya petani yang tidak mendapatkan pupuk tersebut.

Pada Februari 2020, enam kementerian lembaga merilis data terbaru luas lahan baku sawah. Di mana terdapat penambahan sekitar 358 ribu hektare sehingga total luas baku sawah mencapai 7,46 juta hektare. Luas baku sawah itu sudah mencakup 34 provinsi, berbeda dengan data luas sebelumnya yang baru mencakup 16 provinsi.

Sarwo menegaskan, perubahan luas baku sawah yang berdampak pada perubahan angka kebutuhan pupuk bersubsidi tidak akan menjadi persoalan. Sebab, pemerintah bisa langsung melakukan penyesuaian anggaran demi memenuhi kebutuhan petani.

"Tidak ada masalah, jika kurang tinggal mengajukan tambahannya karena subsidi pupuk longgar. Perubahan sangat dimungkinkan," kata Sarwo.

Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI), Hermanto Siregar, mengatakan, perubahan luas lahan baku sawah otomatis berdampak pada perubahan kebutuhan pupuk bersubsidi di lapangan. Dengan kata lain, selama ini banyak terjadi kesalahan dalam penyaluran pupuk bersubsidi akibat data yang simpang siur.

"Ini harus dihitung dengan cermat karena otomatis pupuk-pupuk yang sudah diberikan sejak dahulu itu salah semua. Harus dihitung dan disesuaikan," ujarnya.

Meski demikian, Hermanto menilai bahwa dengan meningkatnya data luas baku sawah tidak serta merta berdampak pada kenaikan produksi. Sebab, produksi gabah tergantung pada luas panen yang bisa dicapai dari luas baku sawah yang ada.

Ia pun memperkirakan produksi gabah di tahun ini akan cenderung stagnan dari tahun lalu. Faktor cuaca ekstrem dinilai menjadi pemicu utama yang menghambat kenaikan produksi gabah tahun ini.

Tahun lalu, mengutip data Badan Pusat Statistik, total produksi gabah kering giling (GKG) 54,6 juta ton atau setara 31,31 juta ton beras. Tahun ini, Kementerian menargetkan produksi GKG bisa naik menjadi 59,15 juta ton atau sekitar 35,4 juta ton beras.

"Menurut saya agak stagnan produksi tahun ini. Tapi, di sisi lain akses petani terhadap berbagai input (bantuan) sudah makin baik," kata Hermanto.

Ketua Komisi IV DPR, Sudin, sebelumnya telah meminta agar pemerintah merealokasi anggaran dan kuota pupuk bersubsidi dengan menaikkan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi. Kualitas pupuk bersubsidi yang disiapkan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta diberikan tepat waktu dengan besaran yang dibutuhkan.

Sudin mengatakan, Komisi IV juga mendorong pemerintah untuk menyediakan cadangan pupuk nasional di luar alokasi pupuk bersubsidi. Hal itu sebagai mitigasi risiko terhadap perubahan kebutuhan di setiap wilayah yang bisa terjadi sewaktu-waktu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement