Rabu 19 Feb 2020 14:04 WIB

Freeport: Ekonomi Papua Merosot karena Aktivitas Produksi

BPS mencatat pertumbuhan ekonomi di Papua minus 15,72 persen

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Freeport
Freeport

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Freeport Indonesia mulai mengalami penurunan produksi setelah tambang open pit grasberg habis dikuras. Hal ini berdampak pada pertumbuhan ekonomi papua yang dilansir BPS mengalami penurunan yang drastis.

Juru Bicara PTFI, Riza Pratama menjelaskan pertumbuhan ekonomi tersebut memang bukan secara langsung terdampak dari aktivitas pertambangan. Hanya saja, karena selama ini PTFI memakai kontraktor lokal untuk menambang open pit, maka ketika tambang open pit habis, maka kontrak dengan kontraktor lokal juga habis.

Baca Juga

"Sebetulnya bukan kegiatannya yang berkurang, tambang terbukanya sudah selesai. Tambang bawah tanahnya masih belum optimal. Jadi sebenernya ada gap aja, bukan karena ada penurunan produksi, karena ini udah selesai," ujar Riza di DPR, Rabu (19/2).

Riza sendiri merinci bahwa memang sepanjang tahun 2019 kemarin produksi perusahaan menurun hingga 50 persen. Hal tersebut tentu berdampak pada keuangan perusahaan yang juga berdampak pada pajak daerah yang berkurang. Hal tersebut ditengarai menjadi salah satu faktor penurunan pertumbuhan ekonomi papua.

"Tapi tentunya ada beberapa penerimaan daerah yg berkurang karena produksi kita juga akan berkurang, ada beberapa pajak daerah yang berkurang. Ya kalau 50 persen bayangkan saja 50 persen yang berkurang," ujar Riza.

Namun, Riza memastikan bahwa pengurangan produkstivitas perusahaan di open pit tidak akan berpengaruh pada kondisi karyawan Freeport. Hanya saja, ia mengakui dari seluruh total aktivitas perusahaan tentu ada pengurangan aktivitas keterlibatan kontraktor lokal untuk proses penambangan.

"Pengurangan mungkin ada tapi bukan pengurangan di karyawan langsung, mungkin di kontraktor misalnya bagian tambang tertentu, kalau sudah selesai ya, kalau karyawannya sendiri sih ngga ada," ujar Riza.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono menjelaskan ekonomi Papua turun karena ada dampak peralihan kegiatan tambang Freeport ke bawah tanah dari tambang terbuka pada 2019. Ini tentu mempengaruhi produksi tembaga dan emas Freeport.

Menurut Bambang, persiapan perpindahan kegiatan tambang juga dirasakan Freeport. Freeport harus mempersiapkan tidak hanya teknis tapi juga nonteknis yang memakan waktu.

“Kapasitasnya turun, jadi yang terlibatnya mesti turun, pegawai turun, kontraktor turun, turun semua. Ini karena kegiatannya perpindahan dari fase dan sekarang baru akan mulai karena Freeport mempersiapkan dokumen, termasuk dokumen lingkungannya” ungkap Bambang.

Lebih lanjut Ia meyakini kontribusi Freeport baru bisa dirasakan 3-4 tahun setelah diakuisisi, tidak hanya dirasakan oleh masyarakat dan ekonomi tapi juga Inalum yang bisa membayar utang atas pinjaman untuk pembelian saham Freeport.

“Nanti itu akan menghasilkan dividen sehingga dividen itulah dalam waktu 3-4 tahun akan diselesaikan untuk menyelesaikan pinjaman (Inalum),” kata Bambang.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi di Papua mengalami penurunan ekonomi yang cukup dalam yakni 15,72 persen. Penurunan ekonomi di Papua sudah terjadi sejak kuartal IV 2018 yang tercatat turun 17,95 persen.

BPS mengakui turunnya perekonomian di Papua disebabkan penurunan produksi PT Freeport Indonesia. Penurunan produksi itu terjadi lantaran adanya peralihan kegiatan tambang, dari tambang terbuka ke tambang bawah tanah.

Masih berdasarkan data BPS, pertambangan dan penggalian anjlok drastis selama 2019 yakni -43,21 persen. Jika dilihat secara kuartalan memang terus menurun dan terjadi juga sejak kuartal IV 2018.

Pada kuartal IV 2018 industri pertambangan dan penggalian di Papua turun -43,68 persen, kuartal I 2019 -48,47 persen, kuartal II 2019 57,48 persen, kuartal III 2019 38,31 persen dan kuartal IV 2019 19,04 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement