REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta pemerintah khususnya Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan untuk tidak mempersulit proses importasi bawang putih. Pemasukan pasokan bawang putih, menurut KPPU harus dilakukan secara reguler karena kebutuhan di dalam negeri sudah jelas dan harus dipenuhi.
Komisioner KPPU, Guntur Saragih, menyatakan, dari hasil penelusuran KPPU importasi bawang putih selalu terjadi hambatan dan menyebabkan supply-demand bawang putih kerap tak seimbang. Sebagai gambaran, tahun 2019 lalu, impor bawang putih baru masuk ke Indonesia mulai bulan April.
Kebutuhan bawang putih selama Januari-Mei 2019 dipenuhi dari pasokan sisa 2018. Hal itu menyebabkan harga selama lima bulan bergejolak.
Tahun ini, rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) baru diterbitkan Kementan pada bulan Febrnya penimbunan stok oleh importir. "Belum ada dugaan kami soal tahan stok. Tapi kami mendorong pemerintah untk tidak menahan-nahan impor. Kalau sudah memenuhi syarat, kenapa harus ditahan?" kata Guntur menambahkan.
Ia mengatakan, jika pemerintah tertib dalam menerbitkan rekomendasi dan izin impor, maka alur masuknya komoditas bawang putih ke Indonesia akan lancar. Hal itu bermanfaat untuk memperkecil celah oknum untuk melakukan penimbunan stok dan harga akan tetap stabil.
KPPU memahami, salah satu syarat agar importir bisa mendapakan rekomendasi dan izin impor dengan melakukan wajib tanam bawang putih terlebih dahulu. Namun, kewajiban tersebut telah diubah melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39 Tahun 2019 sehingga rekomendasi dan izin impor bisa diterbitkan sebelum wajib tanam dilakukan.
Karena itu, proses impor bawang putih tahun ini harus bisa berjalan normal dan tidak lagi menimbulkan kegaduhan.
Guntur mengatakan, bagi KPPU yang terpenting tidak ada diskriminasi kepada pelaku usaha. Meskipun wajib tanam ditujukan untuk mencapai swasembada bawang putih, seharusnya tidak menimbulkan biaya-biaya tambahan yang membebani pelaku usaha untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat.
"Sedianya kebijakan-kebijakan yang menambat cost mestinya diminimalisasi. Jadi jangan ada diskriminasi," katanya.
Direktur Kebijakan Persaingan KPPU, Taufik Ahmad mengatakan, dalam empat tahun terakhir gejolak harga bawang putih kerap terjadi selama kuartal I 2019. Gejolak harga bahkan tembus hingga Rp 70 ribu - Rp 80 ribu per kilogram dari harga normal Rp 25 ribu - Rp 30 ribu per kilogram. Harga akan kembali stabil pada bulan Mei setiap tahunnya.
Menurut Taufik, dari RIPH yang telah diterbitkan sekitar 100 ribu ton awal bulan ini, Kemendag menyatakan akan menerbitkan SPI untuk 60 ribu ton bawang putih. Pasokan tersebut untuk kebutuhan dalam negeri hingga bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
"Kita harapkan ini terealisasi. Kita harapkan kementerian agar perhatikan kenapa begitu sulitnya melakukan impor bawang putih. Kenapa harus selalu terjadi," kata dia.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan menyatakan telah menerbitkan izin impor bawang putih hingga 31 Desember 2019 sebanyak 529.789 ton kepada 63 importir bawang putih. Namun, realisasi impor hingga tanggal yang sama baru mencapai 465.444 ton.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Suhanto, menyatakan telah menginstruksikan para importir yang masih menyimpan stok sisa dari impor tahun lalu untuk segera mendistribusikan stoknya. Pihaknya menegaskan akan melakukan pengecekan ke seluruh gudang-gudang importir bersama Satgas Pangan untuk memastikan tidak ada yang melakukan penimbunan.