Kamis 14 Aug 2025 15:55 WIB

Bunga Pinjol Dipotong Separuh, AFPI Tegaskan tak Ada ''Kartel''

Penetapan batas bunga dilakukan sebagai bentuk perlindungan konsumen.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Gita Amanda
AFPI menegaskan tidak pernah ada kesepakatan antarpenyelenggara pinjaman daring (pinjol) untuk menentukan batas maksimum suku bunga. (ilustrasi)
Foto: dok Cyber University
AFPI menegaskan tidak pernah ada kesepakatan antarpenyelenggara pinjaman daring (pinjol) untuk menentukan batas maksimum suku bunga. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menegaskan tidak pernah ada kesepakatan antarpenyelenggara pinjaman daring (pinjol) untuk menentukan batas maksimum suku bunga. Pernyataan ini disampaikan usai sidang pendahuluan di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Jakarta, Kamis (14/8/2025).

Ketua Bidang Hubungan Masyarakat AFPI, Kuseryansyah, mengatakan penetapan batas bunga dilakukan sebagai bentuk perlindungan konsumen, bukan hasil kesepakatan antarplatform. “Pada 2018, kehadiran pinjol ilegal yang mematok bunga tinggi sangat meresahkan masyarakat, dan ini menjadi perhatian serius kami,” ujarnya.

Baca Juga

Untuk melindungi masyarakat dari pinjol ilegal dan praktik predatory lending, ditetapkan batas maksimum suku bunga mengikuti arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat itu sebagai langkah perlindungan konsumen.

AFPI mencatat, pada 2018 batas maksimum manfaat ekonomi ditetapkan sebesar 0,8 persen per hari, lalu diturunkan menjadi 0,4 persen pada 2021. Kuseryansyah menegaskan batas tersebut adalah ceiling price, bukan fixed price.

“Batas maksimum manfaat ekonomi merupakan ceiling price (suku bunga maksimum), bukan fixed price (suku bunga tetap). Artinya, setiap platform bebas menentukan tingkat suku bunga selama tidak melewati batas maksimum tersebut,” jelasnya.

Dengan lebih dari 100 platform anggota AFPI saat itu, ia menilai mekanisme ini menjaga persaingan sehat di pasar. Konsumen tetap memiliki banyak pilihan layanan dan skema pinjaman.

Terkait proses hukum yang berjalan, AFPI menyerukan transparansi dari penyelenggara pinjaman agar menyampaikan bukti di persidangan KPPU untuk membuktikan tidak ada kesepakatan pengaturan bunga secara kolektif.

“AFPI menghormati seluruh proses persidangan dan mengimbau platform untuk menyampaikan bukti-bukti di persidangan guna menunjukkan bahwa tidak ada kesepakatan menentukan manfaat ekonomi antarplatform,” tegas Kuseryansyah.

AFPI juga berkomitmen mendukung regulasi perlindungan konsumen tanpa menghambat inovasi sektor fintech. “Kami percaya proses hukum ini menjadi kesempatan untuk menegaskan tidak ada niat buruk dalam pengaturan batas maksimum suku bunga oleh AFPI,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement