Selasa 04 Feb 2020 06:34 WIB

OJK Perlu Tingkatkan Pengawasan Industri Keuangan

OJK perlu menindaklanjuti pengawasan dengan tindakan tegas, termasuk terhadap BUMN

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Foto: dok. Republika
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menilai pengaturan dan pengawasan industri jasa keuangan masih berjalan dengan baik. Adapun permasalahan yang terjadi pada beberapa perusahaan asuransi tak menjadi sandungan dalam memandang kinerja pengawasan OJK.

Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu mengatakan OJK mengawasi ribuan perusahaan jasa keuangan yang secara umum masih dalam kondisi baik. "Walau ada kekurangan tetapi itu masih bisa diperbaiki karena ada ribuan perusahaan yang diawasi oleh OJK dan semuanya oke-oke saja," ujarnya ketika dihubungi Republika, Selasa (4/2).

Baca Juga

Menurutnya pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) sebaiknya dilaksanakan secara terintegrasi antara komisaris, pemilik, auditor eksternal dan OJK. "Harus ada komunikasi yang baik di antara mereka. Tidak bisa hanya bergantung pada OJK," ucapnya.

Sementara Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Pieter Abdullah menambahkan keseluruhan pengawasan industri jasa keuangan yang dilakukan OJK masuk dalam ketegori baik. Hal ini terlihat pada indikator-indikator stabilitas sistem keuangan.

"Setiap 3 bulan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari BI, OJK, dan LPS selalu menyampaikan laporan stabilitas sistem keuangan. Sejauh ini sudah baik," ucapnya.

Hanya saja, menurutnya perbaikan yang sangat perlu dilakukan oleh OJK adalah bagaimana menindaklanjuti pengawasan dengan tindakan tegas termasuk terhadap badan usaha milik pemerintah.

Pengajar STIE Perbanas Surabaya Abdul Mongid mengakui pengawasan industri jasa keuangan khususnya standar pengawasan bank dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang diterapkan OJK sudah bagus. Apalagi banyaknya BPR di Indonesia, sehingga tak jarang OJK mencabut izin BPR yang tak memenuhi ketentuan permodalan.

“Jumlah BPR yang cukup banyak, OJK perlu melakukan penertiban sekaligus pemberian insentif. Penertiban dilakukan di Pulau Jawa, dimana BPR sangat banyak dan padat,” ucapnya.

Abdul menyebut tindakan tegas dapat dilakukan terhadap BPR di Jawa, misalnya terhadap BPR yang sudah tak dapat mempertahankan kinerja. Adapun untuk wilayah di Luar Jawa, dapat diberikan insentif-insentif, termasuk terkait pendirian baru.

Data OJK menyebutkan berbagai kebijakan pengaturan dan tindakan pengawasan serta pengenaan sanksi telah dikeluarkan pada 2019. Sektor perbankan, OJK telah melakukan sejumlah kebijakan untuk memperkuat permodalan perbankan nasional dan mempercepat konsolidasi perbankan.

Sepanjang tahun lalu, OJK telah memfasilitasi tiga proses merger enam bank umum, menerbitkan 16 persetujuan izin penggabungan usaha BPR, melakukan 229  fit n proper test Pengurus Bank dengan hasil 204 lulus dan 25 tidak lulus, pencabutan lima izin usaha BPR, serta membangun integrasi pelaporan Bank Umum dengan Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Pada industri pasar modal, OJK terus meningkatkan integritas dan kepercayaan investor pasar modal melalui peningkatkan kualitas penerapan governance, transparansi dan penegakan hukum, penyempurnaan ekosistem pasar modal melalui penguatan pengaturan dan pengawasan, proses penawaran emisi, aktivitas perdagangan sampai dengan kewajaran valuasi instrumen.

Adapun bentuk penegakan hukum dilakukan melalui pembatasan penjualan reksa dana tertentu pada 37 manajer investasi serta memberikan sanksi administratif kepada tiga Akuntan Publik. OJK juga menjatuhkan 43 sanksi denda dengan nilai denda sebesar Rp 11,74 miliar, sanksi pembekuan empat kegiatan usaha dan sanksi satu pencabutan izin usaha terhadap kasus pengelolaan investasi, transaksi lembaga efek, emiten dan perusahaan publik.

Pada Industri Keuangan Non Bank (IKNB), OJK sejak 2018 telah menjalankan program transformasi IKNB yang mencakup antara lain perbaikan penerapan manajemen risiko, meningkatkan governance, serta menambah pelaporan kinerja investasi kepada otoritas dan publik. Tindakan dan pemberian sanksi pada IKNB antara lain pemberian sanksi denda kepada 164 kegiatan usaha, pembatasan 37 kegiatan usaha,dan pencabutan 31 izin usaha.

Kebijakan pengaturan dan pengawasan dijalankan sesuai fungsi, tugas dan wewenang Undang-Undang OJK untuk mengatur dan mengawasi kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu, independen dan akuntabel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement