REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengaku pertumbuhan ekonomi di 2019 tak semelejit yang ditargetkan. Ia mengatakan tekanan global dan pelemahan ekonomi global membuat perekonomian indonesia menjadi stagnan.
Sri Mulyani menjelaskan sepanjang 2019 Indonesia tidak lepas dari tekanan ekonomi global yang mengalami perlambatan. Perlambatan ini mempengaruhi turunnya perdagangan dan harga komoditas dunia di Tahun 2019 dan juga berdampak bagi semua negara berkembang. Ia juga menjelaskan tekanan ini juga berimbas pada penerimaan negara.
"Meski kondisi global mempengaruhi ekspor impor. Namun, pertumbuhan ekonomi kita masih 5 persen," ujar Sri Mulyani di Komisi XI DPR RI, Selasa (28/1).
Bahkan inflasi tahun 2019 sebesar 2,72 persen terhadap PDB merupakan capaian terendah sepanjang 20 tahun terakhir. Kemudian nilai tukar rupiah cenderung menguat di tahun 2019 dan pada tahun 2020 diperkirakan di kisaran Rp14.400 per Dolar AS.
Lebih rinci, ia menjelaskan pada 2019 ini, realisasi pendapatan negara mencapai Rp 1.957,2 triliun. Jika dibandingkan dengan capaian tahun 2018, realisasi pendapatan negara tahun 2019 tersebut tumbuh 0,7 persen. Pendapatan negara tersebut terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.545,3 triliun, PNBP sebesar Rp 405 triliun dan hibah sebesar Rp 6,8 triliun.
Capaian penerimaan perpajakan tersebut tumbuh 1,7 persen dari realisasi di tahun 2018 sebagai dampak perlambatan ekonomi global pada kegiatan perekonomian nasional.
Selanjutnya, realisasi belanja negara mencapai Rp 2.310,2 triliun tumbuh 4,4 persen dari realisasinya di tahun 2018. Belanja ini terdiri dari belanja Pemerintah Pusat mencapai Rp 1.498,9 triliun atau tumbuh 3 persen.
Realisasi belanja pemerintah pusat tersebut meliputi Belanja K/L sebesar Rp 876,4 triliun. Realisasi belanja Non K/L sebesar Rp 622,6 triliun terdiri dari pembayaran bunga utang Rp 275,5 triliun dan subsidi sebesar Rp 201,8 triliun.
Realisasi anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) mencapai Rp 811,3 triliun, lebih tinggi 7,1 persen dari realisasi di tahun 2018.
Dengan pendapatan dan belanja negara ini maka ada defisit yang sampai dengan akhir tahun 2019 mencapai Rp 2,2 persen dari PDB. Realisasi ini lebih lebar dibandingkan rencana awalnya 1,84 persen dari PDB. Defisit ini mencapai sebesar Rp 353 triliun atau lebih tinggi dari target awal yang hanya Rp 296 triliun.
"Kami ingin katakan bahwa tahun 2019 bukan tahun mudah, pelemahan ekonomi global mulai merembes ke domestik. Namun, daya tahan ekonomi kita tetap remakable, 2019 countercyclical akan tetap dijaga. Kebijakan pajak akan memberikan dukungan berupa restitusi tata kelola diperbaiki dan inventif perpajakan. Belanja produktif untuk berikan bantalan baik di desa maupun masyarakat, pembiayaan dijaga hati-hati dan akuntabel," kata Sri Mulyani.