REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah melalui Komite Sistem Stabilitas Keuangan (KSSK) sedang menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. RUU ini menjadi prioritas ketiga setelah RUU Bea Materai yang hampir selesai dibahas dan RUU Omnibus Law Bidang Perpajakan yang diharapkan dapat segera ditetapkan sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan diajukan untuk menyempurnakan kerangka penanganan dan pencegahan krisis KSSK. Termasuk untuk menyempurnakan fungsi dan tugas KSSK dalam UU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) maupun UU eksisting yang ada di setiap lembaga anggota KSSK.
"Ini kami anggap sebagai salah satu prioritas," ujar Sri sebagai koordinator KSSK dalam konferensi pers KSSK di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (22/1).
KSSK sendiri terdiri dari empat anggota. Selain Sri, ada juga Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Halim Alamsyah.
Sri mengatakan, KSSK juga sudah membentuk tim untuk merumuskan RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan secara bersama-sama. Rencananya, regulasi ini dibuat melalui skema Omnibus Law, seperti halnya terhadap RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU Perpajakan.
Salah satu poin yang diharapkan bisa disempurnakan adalah pengawasan terhadap sektor keuangan non perbankan. Saat ini, Sri mengatakan, di bawah UU PPKSP, KSSK tidak memiliki skop secara bersama-sama untuk menangani isu tersebut.
"Penanganannya saat ini masih dilaksanakan oleh UU masing-masing (lembaga)," tuturnya.
Dalam hal ini, Sri menjelaskan, OJK memiliki UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang kini sudah sangat kuno. Selain itu, ada UU Nomor 4 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Regulasi ini dilakukan untuk penanganan sektor-sektor keuangan non bank.
Tapi, Sri memastikan, di luar regulasi yang masih terpisah-pisah ini, pihaknya terus berkoordinasi berbagi informasi. Sebab, bagi mereka, stabilitas sistem keuangan berarti mencakup seluruh jasa keuangan. "Apapun yang berpotensi mengganggu stabilitas, kami bahas bersama," katanya.
Sementara itu, Wimboh mengatakan, OJK akan melakukan pengawasan industri jasa keuangan secara komprehensif. Sebab, perbankan dan lembaga keuangan non bank, termasuk asuransi dan pasar modal, memiliki keterkaitan sangat erat. Oleh karena itu, dibutuhkan instrumen pengawasan yang selaras dan harmonis.
Tidak kalah penting, Wimboh menjelaskan, OJK menekankan tata kelola baik dan integritas pada tiap lembaga. Apabila satu lembaga tidak memiliki integritas, bisa berdampak pada lembaga lain.
"Oleh karena itu, kita reformasi, lebih luas dituangkan dalam Master Plan Jasa Keuangan 2020-2024," katanya dalam kesempatan yang sama.