Selasa 21 Jan 2020 18:58 WIB

Gandeng Korea, Nindya Karya Bangun Proyek LRT Senilai Rp 5 T

LRT akan dibangun di Ruas Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi Pembuatan kereta Light Rail Transit (LRT).
Foto: Antara/Siswowidodo
Ilustrasi Pembuatan kereta Light Rail Transit (LRT).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Nindya Karya melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan Korea Rail Network Authority (KRNA) dan Korea Overseas Infrastructure and Urban Development Corporation (KIND) di Kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada Selasa, (21/1). Ketiganya akan bekerja sama dalam pembangunan Light Rapid Transit (LRT) Ruas Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali. 

Plt Direktur Utama Nindya Karya Haedar A Karim menyebutkan, nilai proyek tersebut sekitar Rp 5 triliun. "Ini masih pra-FS (Feasibility Study/studi kelayakan) hampir 400 juta dolar AS (nilainya)," ujarnya kepada wartawan usai penandatanganan, Selasa, (21/1).

Rencananya, kata dia, LRT dibangun kurang lebih sepanjang 3,5 Kilometer (Km). LRT dibangun dari Jenang, Kuta, sampai Bandara I Gusti Ngurah Rai.

"Kita buat MRT (LRT) full di bawah tanah, karena di adat mereka di atas itu nggak boleh. Jadi mereka minta kita buat di bawah, kedalamannya kurang lebih sama seperti di Jakarta yakni 30 meter," jelas Haedar. 

Angkasa Pura (AP) I, lanjutnya, ingin LRT tersebut nantinya menjadi pusat check-in seluruh penumpang. Dengan begitu, kepadatan di parkiran bandara bisa dikurangi. 

"Jadi nanti seluruh penumpang di situ diantar pakai kereta api. Mereka (AP I) minta ada dua stasiun, kita akan buat satu stasiun di Kuta," jelas dia. 

Nindya Karya bersama KRNA dan KIND akan bertemu pada Rabu (22/1) sekaligus melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan AP I. Kemudian tiga bulan setelahnya, LRT mulai dibangun. 

"Tiga bulan setelah tanda tangan dengan Angkasa Pura, sekitar Juni mulai dibangun. Kita usahakan tahun ini mulai kontruksi," ujarnya. 

Pada pertemuan dengan AP I, tambah dia, rincian proyek akan dibahas, termasuk mengenai pembagian sahamnya. "Sahamnya belum kita bicarakan, karena nanti AP pasti minta saham, dia yang punya. Jadi nanti kita bicarakan. Soal pembiayaan pun, pasti kita bicarakan, kita presentasi dulu, dan duduk berempat," kata dia. 

Haedar menjelaskan, skema kerja sama proyek ini adalah Business to Business (B2B). Maka tidak ada pembiayaan berupa pinjaman atau Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). 

Executive Director KRNA Son Byeong Doo mengatakan, sebelumnya perusahaannya sudah menyelesaikan fase pertama proyek LRT Jakarta pada Desember lalu. "Kami juga sudah lakukan penandatanganan dengan Gubernur Sumatera Utara untuk kembangkan proyek metropolitan LRT," ujarnya pada kesempatan serupa. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement