REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/ IMF) memangkas kembali proyeksi pertumbuhan global pada 2020. Semula, pada Oktober, IMF memprediksi ekonomi dunia tahun ini dapat tumbuh 3,4 persen.
Kini, melalui laporan World Economic Update (WEU) yang dirilis Senin (20/1) waktu setempat, angka tersebut dikoreksi menjadi 3,3 persen. Perlambatan lebih tajam dari yang diperkirakan di negara berkembang menjadi faktor penyebab utama revisi tersebut.
India, misalnya, yang semula diperkirakan dapat tumbuh 7,0 persen menjadi hanya 5,8 persen pada tahun ini. Di sana, permintaan domestik telah melambat lebih tajam dibandingkan yang diharapkan di tengah kontraksi kredit dan tekanan di sektor non-perbankan.
IMF juga menurunkan prediksi Meksiko karena berlanjutnya pelemahan dalam investasi. Pada Oktober lalu, IMF memproyeksikan ekonomi Meksiko mampu tumbuh 2,3 persen yang kini dikoreksi menjadi hanya 1,0 persen pada 2020.
"Meski risiko penurunan sudah berkurang setelah kesepakatan dagang Amerika dengan China, potensi (penurunan) mereka masih besar," tulis laporan WEU.
Kondisi tersebut dinilai IMF tidak hanya berlangsung setahun. Oleh karena itu, lembaga donor internasional ini juga merevisi pertumbuhan ekonomi pada 2021 dari 3,6 persen menjadi hanya 3,4 persen.
Tapi, di tengah perlambatan, IMF menilai sentimen pasar akan membaik. Proyeksi ini seiring dengan tanda-tanda tentatif bahwa aktivitas manufaktur dan perdagangan global yang memasuki masa bottoming out. Artinya, mereka sudah mencapai titik terendah pertumbuhan yang biasanya dilanjutkan dengan pemulihan kembali.
Tanda-tanda stabilisasi ini diharapkan mampu menumbuhkan konsumsi masyarakat yang bisa berdampak pada perbaikan ekosistem dunia usaha. Dukungan tambahan dapat diberikan melalui memudarnya hambatan dagang khusus di pasar-pasar utama ditambah dengan efek pelonggaran moneter.
Selain itu, pemerintahan beberapa negara kini sudah mulai mengarah pada kebijakan moneter yang akomodatif. Sisi positif lain yang dilihat IMF, negosiasi perdagangan Amerika Serikat (AS) dengan China yang diharapkan menemukan titik terang.
Kesepakatan perdagangan antara dua ekonomi besar itulah yang membuat IMF meningkatkan proyeksinya terhadap ekonomi China. Semula, pada Oktober, IMF memprediksi ekonomi China sepanjang 2020 hanya mampu tumbuh 5,8 persen. Kini, IMF memperkirakan China bisa mencapai titik 6,0 persen.
Kesepakatan perdagangan AS dengan China mencakup pengurangan bea masuk terhadap sebagian produk China. Kondisi berbeda diberikan kepada AS yang semula diperkirakan dapat tumbuh 2,1 persen, justru diprediksi hanya bisa tumbuh 2,0 persen pada 2020. Penyebabnya, efek stimulus pemotongan pajak AS pada 2017 sudah mulai memudar dan pelonggaran moneter dari Federal Reserve.
Sementara itu, zona Euro juga ditandai dengan penurunan 0,1 poin persentase menjadi 1,3 persen untuk tahun 2020. "Sebagian besar karena kontraksi manufaktur di Jerman dan perlambatan permintaan domestik di Spanyol," seperti dilansir di Reuters, Senin (20/1).
IMF memperingkatkan, masih ada beberapa downside risk yang harus diperhatikan. Di antaranya, peningkatan ketegangan geopolitik, terutama antara AS dengan Iran, kerusuhan sosial yang intensif di beberapa negara dan memburuknya hubungan AS dengan mitra dagang. Risiko ini dapat menyebabkan sentimen memuruk dengan cepat, menyebabkan pertumbuhan global berpotensi semakin turun.
Kerjasama multilateral yang lebih kuat dan bauran kebijakan antara moneter dengan fiskal di tingkat domestik menjadi saran utama IMF. Dua poin ini dinilai IMF penting untuk memperkuat aktivitas ekonomi dan mencegah risiko penurunan pertumbuhan ekonomi.