Senin 20 Jan 2020 20:02 WIB

PLTU Indramayu Konversi Limbah B3 Jadi Block Paving

Produk paving itu tidak dijual tapi untuk program CSR masyarakat sekitar.

Rep: Rakhmat Hadi Sucipto / Red: Agus Yulianto
Beberapa karyawan PLTU melintas di depan Kompleks PLTU Indramayu, Sabtu (18/1/2020). PLTU Indramayu menggunakan pelet kayu sampai lima persen sebagai campuran dengan batu bara di pembangkit ini.
Foto: Rakhmat Hadi Sucipto /Republika
Beberapa karyawan PLTU melintas di depan Kompleks PLTU Indramayu, Sabtu (18/1/2020). PLTU Indramayu menggunakan pelet kayu sampai lima persen sebagai campuran dengan batu bara di pembangkit ini.

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU - - Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Indramayu berhasil mengolah limbah pembakaran di pembangkit tersebut menjadi produk yang sangat bermanfaat. “Yang sudah mendapat izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan baru berupa pengolahan limbah untuk menjadi block paving,” ungkap General Manager Unit Bisnis Jasa Operasi dan Pemeliharaan (UBJOM) Indramayu Ubaedi Susanto di Kompleks PLTU Indramayu, Jawa Barat, Sabtu (18/1).

Limbah PLTU sering disebut dengan fly ash and bottom ash (faba). Kementerian LHK memasukkan faba dalam kelompok limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). “Kami sedang berjuang dan telah mengajukan permohonan agar faba ini tak lagi dimasukkan sebagai limbah B3,” ujar Ubaedi.

photo
Tongkang besar berkapasitas ribuan ton batu bara masih bersandar di dekat Kompleks PLTU Indramayu, Jawa Barat, Sabtu (18/1/2020). Tiap hari PLTU ini menggunakan 12 ribu ton batu bara untuk menggerakkan pembangkit listrik.( Rakhmat Hadi Sucipto /Republika)

Izin pemanfaatan faba PLTU Indramayu telah dikeluarkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rl pada 10 April 2019 dengan Nomor S.181/Men Ihk/Setjen/PLB.3/4/2019. Dengan surat ini, menurut Ubaedi, pihaknya boleh memanfaatkan faba untuk pembuatan block paving dan sejenisnya. “Untuk produksi menjadi barang lain belum ada. Kami masih mengurus izinnya. Belum turun dari KLH, soalnya izin lama bisa dapat setelah satu tahun,” jelasnya.

Untuk memindahkan faba keluar dari Kompleks PLTU Indramayu saja, menurut Ubaedi, membutuhkan izin tersendiri. Karena itulah, pihak yang melakukan pemindahan faba harus memenuhi kriteria khusus, tidak boleh sembarangan.

Ubaedi menjelaskan, produksi block paving belum masuk skala besar. “Kami bisa produksi 500 paving setiap hari,” ujarnya. 

Block paving tersebut, kata Ubaedi, tidak dijual, tetapi untuk keperluan kegiatan corporate social responsibility (CSR) bagi warga sekitar pembangkit. 

PLTU Indramayu yang terletak di Desa Sumuradem, Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, memiliki kapasitas produksi listrik 3X330 megaWatt (mW). Tiga pembangkit tersebut membutuhkan pasokan batu bara 12 ribu ton per hari. Saat ini pihaknya mencoba mencampur batu bara dengan lima persen pelet kayu sebagai sumber pembakaran di pembangkit. Cofiring tersebut memberikan hasil yang memuaskan.

Untuk menjaga stok dan kualitas batu bara, menurut Ubaedi, PLTU Indramayu sedang menyelesaikan pembangunan coal shelter (gudang batu bara). Shelter PLTU Indramayu ini membentang dengan lebar 197 meter dan panjang 384 meter. Kapasitas penyimpanan batu bara maksimal 350 ribu metric ton.

photo
Tampak di sebelah kanan coal shelter (gudang batu bara) yang masih dalam proses penyelesaian. Atap yang sudah selesai berwarna biru, sementara rangka yang belum beratap tak berwarna. (Foto : Rakhmat Hadi Sucipto /Republika)

 

Ubaedi menyatakan, batu bara yang digunakan PLTU Indramayu kebanyakan berasal dari Kalimantan dan tambahannya dari Sumatra. Jenis batu baranya medium dan low rank. “Kami menerima pasokan batu bara dari PLN. Batu baranya berasal dari Kalimantan, ada juga yang dari Sumatra Bagian Selatan,” ujarnya.

Selain inovasi memproduksi block paving, PLTU Indramayu saat ini terus menguji coba penggunaan pelet kayu sebagai campuran batu bara di pembangkit. Hasilnya sudah lumayan karena ada lima persen pelet yang bisa digunakan sebagai bahan campuran dengan batu bara.

Ubaedi menyatakan, sasaran inovasi penggunaan pelet ini tidak hanya untuk menghemat biaya pokok penyediaan, tetapi juga menjadi energi alternatif pengganti bahan bakar fosil. Inovasi ini juga bisa mengurangi sampah dan emisi yang saat ini masih menjadi masalah di beberapa daerah.

Di luar inovasi penggunaan bahan bakar batu bara, menurut Ubaedi, PLTU Indramayu juga berkomitmen mendukung pertanian di wilayah tersebut. Apalagi, Indramayu menjadi salah satu daerah penghasil beras terbesar di Jawa Barat. Manajemen PLTU Indramayu mendorong masyarakat menggunakan pupuk organik melalui berbagai pelatihan dan pembinaan.

“Sebelumnya masyarakat khawatir kalau pakai pupuk organik hasilnya berkurang, ternyata sama dengan menggunakan pupuk sintetis, padahal biaya operasional menggunakan pupuk organik lebih murah. Sekarang banyak masyarakat yang ikut tertarik,” katanya.

Sebelumnya, Direktur Operasi 1 PT Pembangkitan Jawa Bali Sugiyanto menyatakan akan terus berkomitmen menggunakan energi baru terbarukan (EBT) sebagai campuran bahan bakar di PLTU milik perusahaan. Pihaknya sudah meyakinkan pemerintah bisa menggunakan pelet atau sumber EBT lainnya untuk campuran bahan bakar di PLTU.

“Kami sudah presentasi di Kementerian ESDM. Kami yakinkan bisa menggunakan pelet atau lainnya untuk campuran batu bara. Sementara ini, kami bisa menggunakan pelet sampai lima persen dengan 95 persen batu bara,” ujar Sugiyanto.

Selain di PLTU Indramayu, menurut Sugiyanto, campuran batu bara juga dicoba di PLTU Paiton di Probolinggo, Jawa Timur. Hasilnya sama-sama memuaskan. Artinya, campuran pelet dengan batu bara bisa dilakukan di PLTU. “Karena itu, kami yakin bisa mengenergi terbarukan PLTU batu bara,” jelas Sugiyanto. 

Menurut Sugiyanto, PT PJB bertekad ingin memperbarui seluruh PLTU miliknya. Pihaknya akan bekerja keras mencampur energi pembangkit di seluruh wilayah kerjanya. PT PLN sebagai induk perusahaan juga sudah memberikan dukungan. 

Sebelum menggunakan campuran bahan bakar yang terbarukan saja, menurut Sugiyanto, PJB bisa menunjukkan bukti bersahabat dengan lingkungan dan masyarakat sekitar. Dengan meraih penghargaan Proper Emas pada 2019 lalu, artinya perusahaan sudah melakukan ketaatan tingkat tinggi, tak hanya terhadap regulasi utama, tetapi juga terhadap masalah lingkungan dan kemasyarakatan. Yang menggembirakan, PJB melalui PLTU Paiton 1-2 di Probolinggo, Jawa Timur, berhasil meraih Proper Emas sampai tiga kali berturut-turut pada 2017, 2018, dan 2019. 

PLTU Indramayu sudah meraih Proper Hijau pada 2019. “Kami menargetkan PLTU Indramayu dan PLTU lainnya tak hanya bisa meraih Proper Hijau, tetapi juga bisa menyabet Proper Emas,” kata Sugiyanto. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement