Rabu 12 Feb 2025 22:40 WIB

Kantor Komunikasi Kepresidenan Sebut Efisiensi Anggaran Ibarat, Pangkas Lemak Perkuat Otot

Pemerintah berupaya menghilangkan pemborosan seperti markup dan 'kebocoran'.

Kebijakan efisiensi anggaran kementerian/lembaga yang dilakukan di masa Pemerintahan Presiden Prabowo dinilia layaknya membuang lemak dan memperkuat otot. (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Kebijakan efisiensi anggaran kementerian/lembaga yang dilakukan di masa Pemerintahan Presiden Prabowo dinilia layaknya membuang lemak dan memperkuat otot. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi I Bidang Materi Komunikasi dan Informasi Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Muhammad Isra Ramli menegaskan, efisiensi anggaran bukan sekadar pemangkasan belanja negara, tetapi lebih kepada eliminasi pemborosan. Isra menegaskan efisiensi anggaran bukan soal sekadar memangkas pengeluaran, tetapi memastikan dana dialokasikan pada sektor yang benar-benar produktif.

"Bukan memotong otot, tetapi memangkas lemak," ujarnya dalam siaran pers, Rabu (12/2/2025).

Baca Juga

Ia menegaskan kabinet yang besar tidak selalu berarti pemborosan, sebab pemisahan kementerian dilakukan untuk meningkatkan fokus kerja dan efektivitas program. "Pemerintah tidak asal mengurangi anggaran, tetapi menghilangkan pemborosan seperti markup dan kebocoran," jelas Isra dalam siaran persnya.

Diskusi juga membahas strategi mencapai pertumbuhan ekonomi delapan persen di era pemerintahan Prabowo-Gibran di tengah upaya efisiensi pemerintah. Muncul pertanyaan bagaimana Indonesia dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan tanpa terlalu bergantung pada belanja negara.

Mengacu pada pola negara maju, pertumbuhan ekonomi mereka lebih banyak didorong oleh sektor swasta, inovasi, dan produktivitas tenaga kerja. Pemerintahan Prabowo-Gibran dinilai dapat mengadopsi strategi serupa dengan mendorong investasi, memperkuat ekosistem bisnis, dan meningkatkan daya saing tenaga kerja.

Dengan demikian, efisiensi anggaran bisa membuka ruang fiskal untuk alokasi yang lebih tepat sasaran, terutama untuk infrastruktur strategis, pendidikan, dan riset teknologi. "APBN bukan satu-satunya solusi. Pemerintah harus menjadi fasilitator, bukan pemain tunggal dalam perekonomian. Sektor swasta harus lebih diberdayakan, tenaga kerja lebih siap, dan inovasi harus terus didorong," kata Isra.

Dengan strategi yang tepat, diyakini Isra, Indonesia diharapkan tidak hanya tumbuh lebih cepat, tetapi juga lebih sehat-tanpa lemak berlebih, hanya otot yang makin kuat.

Target delapan persen

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ester Sri Astuti justru mengungkapkan kekhawatirannya terhadap efisiensi APBN. Ester awalnya optimistis, namun setelah melihat komposisi kabinet yang dianggap gemuk, ia menilai pertumbuhan ekonomi masih sangat bergantung pada belanja pemerintah.

"Jika belanja modal tidak dikelola dengan baik, sulit membayangkan ekonomi bisa mencapai target delapan persen," ujarnya.

Optimisme datang dari Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal. Ia menilai target pertumbuhan ekonomi delapan persen masih mungkin dicapai, meski ia masih dalam posisi wait and see. Menurutnya, kabinet yang besar bisa menjadi tantangan, tetapi juga membuka peluang jika dikelola dengan strategi yang tepat.

"Saya yakin pertumbuhan bisa digenjot, tetapi perlu ada kebijakan konkret yang benar-benar menghubungkan target delapan persen dengan efisiensi yang dilakukan pemerintah," ujarnya.

photo
Pemangkasan Anggaran Belanja Negara - (Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement