REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU - - Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Indramayu berhasil melakukan uji coba pencampuran bahan bakar pembangkit. “Kami coba lima persen bahan bakar di PLTU Indramayu ini dengan wood pellets (pelet kayu). Alhamdulillah hasilnya cukup memuaskan,” ungkap Direktur Operasi 2 PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Miftahul Jannah usai melakukan pengecekan rutin di Kompleks PLTU Indramayu, Jawa Barat, Sabtu (18/1).
Basis PLTU Indramayu adalah pembangkit tenaga batu bara. Jadi, 100 persen sumber bahan bakar primernya dari batu bara. Namun, menurut Miftahul, pihaknya berinovasi menggunakan sumber energi terbarukan berupa pelet kayu untuk meningkatkan rasio pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT).
Menurut Miftahul, PLTU Indramayu yang berkapasitas 3x330 megaWatt (mW) ini tak hanya menjadi andalan bagi masyarakat Jawa Barat. “Kami juga mendukung penyediaan listrik bagi masyarakat Jawa dan Bali,” ujar Miftahul.
General Manager Unit Bisnis Jasa Operasi dan Pemeliharaan (UBJOM) Indramayu Ubaedi Susanto mengungkapkan, setiap hari PLTU Indramayu rata-rata membutuhkan 4.000 ton batu bara per unit. Dengan demikian, secara keseluruhan dari tiga unit pembangkit yang beroperasi memerlukan 12 ribu ton batu bara per hari atau 4,4 juta ton batu bara per tahun.
![photo](https://static.republika.co.id/uploads/images/inline/200120194054-974.jpg)
GM UBJOM Indramayu Ubaedi Susanto (helm merah) memberikan penjelasan sistem operasi PLTU Indramayu kepada Vice President Public Relation & CSR PLN Dwi Suryo Abdullah (helm putih) di ruang kontrol utama, Sabtu (18/1/2020). (Foto : Rakhmat Hadi Sucipto /Republika)
“Pasokan batu bara untuk PLTU Indramayu ini berasal dari Sumatra dan Kalimantan. Tapi, yang paling banyak dari Kalimantan,” ujarnya.
Pemanfaatan pelet di PLTU Indramayu, menurut Ubaedi, jelas akan menurunkan penggunaan batu bara. Namun, pihaknya menghadapi kendala menggunakan pelet. Kendala utamanya adalah jumlah pasokan. Pasokan pelet kurang mencukupi.
“Bila kami rutin menggunakan pelet, harus ada pasokan rutin untuk menjaga kontinuitasnya,” jelas Ubaedi.
Sebelumnya, Direktur Operasi 1 PJB Sugiyanto juga sudah meyakinkan pemerintah bisa menggunakan pelet atau sumber energi batu terbarukan (EBT) lainnya untuk campuran bahan bakar di PLTU. “Kami sudah presentasi di Kementerian ESDM. Kami yakinkan bisa menggunakan pelet atau lainnya untuk campuran batu bara. Sementara ini, kami bisa menggunakan pelet sampai lima persen dengan 95 persen batu bara,” ujar Sugiyanto.
![photo](https://static.republika.co.id/uploads/images/inline/200120194357-533.jpg)
Tampak di sebelah kanan coal shelter (gudang batu bara) yang masih dalam proses penyelesaian. Atap yang sudah selesai berwarna biru, sementara rangka yang belum beratap tak berwarna. (Foto : Rakhmat Hadi Sucipto /Republika)
Selain di PLTU Indramayu, menurut Sugiyanto, campuran batu bara juga dicoba di PLTU Paiton di Probolinggo, Jawa Timur. Hasilnya sama-sama memuaskan. Artinya, campuran pelet dengan batu bara bisa dilakukan di PLTU. “Karena itu, kami yakin bisa mengenergi terbarukan PLTU batu bara,” jelas Sugiyanto.
Menurut Sugiyanto, PT PJB bertekad ingin memperbarui seluruh PLTU miliknya. Pihaknya akan bekerja keras mencampur energi pembangkit di seluruh wilayah kerjanya. PT PLN sebagai induk perusahaan juga sudah memberikan dukungan.
Sebelum menggunakan campuran bahan bakar yang terbarukan saja, menurut Sugiyanto, PJB bisa menunjukkan bukti bersahabat dengan lingkungan dan masyarakat sekitar. Dengan meraih penghargaan Proper Emas pada 2019 lalu, artinya perusahaan sudah melakukan ketaatan tingkat tinggi, tak hanya terhadap regulasi utama, tetapi juga terhadap masalah lingkungan dan kemasyarakatan. Yang menggembirakan, PJB melalui PLTU Paiton 1-2 di Probolinggo, Jawa Timur, berhasil meraih Proper Emas sampai tiga kali berturut-turut pada 2017, 2018, dan 2019.