Rabu 15 Jan 2020 22:55 WIB

Gopay dan Ovo jadi Alat Pembayaran Paling Digemari Milenial

Studi menyebutkan 47 persen konsumen gunakan lebih dari tiga jenis dompet digital

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Aplikasi dompet digital Ovo tetap optimistis disektor tekfin (Ilustrasi)
Foto: ovo.id
Aplikasi dompet digital Ovo tetap optimistis disektor tekfin (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan riset pemasaran independen, Ipsos Indonesia meluncurkan riset seputar kebiasaan masyarakat Indonesia terhadap penggunaan alat pembayaran digital. Hasilnya sebanyak 25 persen responden menggunakan digital payment karena memberikan pengalaman yang menyenangkan dan sebanyak 26 persen karena merasa Iebih aman, nyaman dan yakin.

Managing Director Ipsos Indonesia Soeprapto Tan mengatakan hasil studi ini menunjukkan konsumen tidak hanya menggunakan satu jenis dompet digital karena hanya sebanyak 21 persen, sebanyak 28 persen menggunakan dua jenis dan sebanyak 47 persen menggunakan tiga jenis atau lebih dan dompet digital yang paling digunakan adalah OVO dan Gopay.

“Penggunaan digital payment dari tahun lalu karena dinilai memiliki tren yang sangat positif. Kemudian survei ini terkait adanya fenomena cashless society di Indonesia,” ujarnya dalam keterangan tulis yang diterima Republika, Rabu (15/1).

Menurut data dari Bank Indonesia, sepanjang 2019 saja telah terjadi 4,7 juta jumlah transaksi cashless dan 128 triliun volume transaksi cashless di lndonesia, sehingga evolusi pembayaran sudah terjadi dengan pesatnya.

Survei Ipsos ini dilakukan ke 1.000 responden yang bermukim di pulau Jawa (66 persen), Sumatra (21 persen), Kalimantan (enam persen), Sulawesi (empat persen), Bali (empat persen) dan Nusa Tenggara (satu persen). Survei ini memfokuskan pada penelitian kebiasaan masyarakat baik milenial dan non milenial dalam menggunakan pembayaran non tunai.

Penelitian juga mengungkapkan pola kebiasaan masyarakat dalam menggunakan kartu non tunai, terungkap e-money dan Flazz merupakan kartu yang paling sering digunakan dalam bertransaksi, sebanyak 47 persen hanya memiliki satu kartu, sebanyak 30 persen memiliki dua kartu dan sebanyak 23 persen memiliki tiga atau lebih kartu non tunai.

Sementara Pengamat Ekonomi Yustinus Prastowo menambahkan hasil temuan bisa memprofil penggunaan e-wallet itu seperti apa dan regulator untuk membuat policy yang kuat.

“Pemerintah kini juga harus bukan hanya menjadi regulator namun menjadi pemain untuk menciptakan ekosistem digital payment yang lebih baik lagi. Menariknya, semua ini menimbulkan dilema. Tapi dengan dilema itu kita bisa menjadi tumbuh. Tiga pilar yakni pemerintah, pelaku dompet digital dan pelanggan bisa membangun ekosistem digital payment yang sehat dan nyaman," jelasnya.

Dalam studi Ipsos terungkap pula beberapa segmen karakter konsumen dalam menggunakan alat pembayaran non tunai yakni konsumen yang tidak takut akan pembayaran non tunai (reassure), konsumen yang menikmati pembayaran non tunai dan memperkaya hidup (encourage) serta konsumen yang beranggapan bahwa pembayaran non tunai adalah hal baru yang mengikuti perkembangan zaman (inspire).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement