REPUBLIKA.CO.ID, WATES -- Menindaklanjuti adanya laporan kasus kematian ternak dan kasus dugaan anthraks pada manusia, Kementerian Pertanian (Kementan) telah menerjunkan tim untuk melakukan investigasi kasus di Kabupaten Gunungkidul, tepatnya di Desa Gobang, Kecamatan Pojong. Investigasi ini dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementan yakni Balai Besar Veteriner (BBVet), Wates, yang ada di bawah Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH). Hal ini disampaikan oleh Bagoes Poermadjaja di Yogyakarta, 11 Januari 2020.
"Setelah menerima informasi kejadian kasus, tim langsung kami terjunkan ke lokasi untuk mengetahui penyebab kematian ternak, mengetahui pola penyebaran penyakit serta identifikasi faktor risiko yang berperan dalam menimbulkan kasus tersebut," ungkap Bagoes.
Menurutnya, berdasarkan hasil investigasi diketahui sebenarnya kasus kematian ternak kambing sudah terjadi sejak 16 Desember 2019, dan kemudian tercatat juga ada kematan sapi pada tanggal 18 Desember 2019. Kasus ini berlangsung sampai tanggal 28 Desember 2019. Hasil investigasi tim menunjukkan bahwa sebagian ternak yang sakit dipotong oleh masyarakat untuk tujuan konsumsi.
Kementan menerjunkan tim menyelidiki kasus kematian akibat antraks di Gunungkidul.
Sangat disayangkan bahwa kasus ini terlambat dilaporkan, sehingga menimbulkan kasus pada manusia. Bagoes juga menyayangkan masyarakat yang masih melakukan pemotongan ternak yang sakit untuk di konsumsi.
"Semua ternak sakit, seharusnya dilaporkan ke petugas untuk diambil tindakan. Dan ternak sakit tidak boleh dipotong," tegasnya.
Berdasarkan investigasi tim dan pemeriksaan laboratoriumnya, Bagoes menyampaikan bahwa kasus kematian ternak di Desa Gobang, Kecamatan Pojong, Kabupaten Gunung Kidul disebabkan oleh penyakit anthraks yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Ia berpendapat adanya pemasukan ternak baru dan konsumsi daging ternak yang sakit merupakan faktor risiko terjadinya kasus anthraks pada ternak dan manusia di Desa Gobang ini.
"Investigasi ini dilakukan dengan koordinasi bersama Dinas Pertanian dan Pangan serta Dinas Kesehatan mengingat ini kasus zoonosis. Dinas Kesehatan juga melakukan pengambilan sampel berupa tanah tempat terjadinya kasus dan sampel luka pada kulit manusia yang diduga terpapar penyakit ini," tambahnya.
Sementara itu, Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen PKH menyampaikan bahwa sudah menerima laporan kejadian kasus anthrax ini dan sudah menyiapkan bantuan tambahan berupa vaksin, antibiotik, dan desinfektan untuk penanganan kasus.
"Diimbau kepada masyarakat agar melapor ke petugas apabila terdapat ternak yang sakit/mati mendadak dan tidak melakukan pemotongan ternak sakit/mati," pintanya.
Lebih lanjut Fadjar menyampaikan bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan Dinas Kabupaten Gunung Kidul untuk melakukan pengobatan dan vaksinasi terhadap ternak yang berada dilokasi tertular dan terancam/berisiko serta pengawasan lalulintas ternak yang masuk dan keluar dari daerah tersebut.