Jumat 10 Jan 2020 16:07 WIB

Terdampak Banjir, Kemenkeu Ajukan Klaim Asuransi Rp 50,6 M

Besaran klaim asuransi yang didapatkan pemerintah tidak 100 persen.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Friska Yolanda
Kantor Pajak Bekasi
Foto: Irfan Abdurrahmat
Kantor Pajak Bekasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan, nilai pertanggungan Barang Milik Negara (BMN) Kemenkeu yang terdampak banjir di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya mencapai Rp 50,6 miliar. Nilai tersebut telah dilaporkan kepada konsorsium asuransi BMN sejak Jumat (3/1) untuk diklaim.

Tapi, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatarwata mengatakan, besaran klaim yang akan didapatkan Kemenkeu tidak akan 100 persen. Sebab, kerusakan yang terjadi tidak secara total sampai bangunan rubuh.

Baca Juga

"Pasti di bawah Rp 50,6 miliar," ujarnya dalam konferensi pers di kantornya, Jumat (10/1).

Nilai pertanggungan adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada tertanggung. Nilai pertanggungan tersebut meliputi lima bangunan yang terdaftar sebagai BMN Kemenkeu. 

Bangunan itu adalah Gedung Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibitung Rp 8,4 miliar, Gedung Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibinong Rp 6,3 miliar, Gedung Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bekasi Utara Rp 1,5 miliar, Gedung Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bekasi Selatan Rp 24,9 miliar dan Balai Laboratorium Bea dan Cukai Tipe A Jakarta Rp 9,5 miliar.

Direktur Barang Milik Negara Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Encep Sudarwan mengatakan, Kemenkeu akan menerima klaim seiring dengan perjanjian yang telah diteken bersama konsorsium asuransi BMN pada akhir 2019.

Sebagaimana diketahui, mulai tahun 2019, Kemenkeu telah mengasuransikan 1.360 BMN senilai Rp 10,8 triliun. Nilai premi nya adalah Rp 21 miliar berupa gedung dan bangunan kepada konsorsium asuransi. 

"Walaupun kita belum bayar premi, kita tetap bisa minta klaim ke asuransi karena sudah teken perjanjian," ucap Encep.

Encep menuturkan, asuransi BMN ini merupakan kebijakan untuk melindungi BMN yang semakin bernilai tiap tahun. Selain itu, pemerintah juga mengantisipasi dengan risiko yang mungkin terjadi mengingat Indonesia merupakan negara di ring of fire.

Encep menjelaskan, konsorsium asuransi BMN yang dipimpin oleh PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) telah mengirimkan tim untuk melaksanakan pemeriksaan terhadap laporan tersebut. Pemeriksaan dilakukan melalui jasa lost adjuster atau third-party yang bekerja on-behalf dari perusahaan asuransi.

Direktur Pengembangan Bisnis Asuransi Jasindo Sahata Lumban Tobing menuturkan, loss adjuster merupakan pihak independen yang akan menghitung berapa jumlah kerugian secara riil dan membandingkannya dengan persyaratan polis yang disetujui konsorsium dengan Kemenkeu.

Sahata mengatakan, pihak loss adjuster akan menilai dari segi jumlah klaim, dokumentasi, tahun bangunan, teknis dan berapa jumlah klaim yang sesuai dengan kontrak polis. "Biasanya, dalam hitungan hari, loss adjuster akan memberikan dokumen hasil perhitungan ke kita," katanya.

Kepala Bagian Pemilihan dan Asistensi Pengadaan Sekjen Kemenkeu Ahmad Zikrullah berharap, proses survei dari loss adjuster dapat berjalan dengan cepat. Ia juga berharap agar kerusakan sekecil apapun dapat segera dipulihkan, sehingga fungsi yang rusak sementara dapat dipulihkan.

Sembari menunggu hasil pemeriksaan, Kemenkeu memastikan agar pelayanan kepada masyarakat tetap dapat berlangsung dan tidak mengurangi pelayanan yang ada. Implementasi asuransi BMN berikutnya adalah dilaksanakan pada 10 KL pada 2020. Di antaranya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Nasiona! Penanggulangan Bencana (BNPB).

Selanjutnya, asuransi BMN akan diberlakukan kepada 20 KL pada 2021 dan 40 K/L pada 2020. Hingga pada akhirnya, asuransi diimplementasikan ke seluruh KL pada 2023. "Ke depan, kita akan berhadapan dengan risiko yang belum pernah terjadi dan ini menjadi concern kita," ujar Ahmad.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement