Selasa 07 Jan 2020 12:32 WIB

Defisit APBN 2019 Capai Rp 353 Triliun

Pendapatan negara sepanjang 2019 mencapai Rp 1.957 triliun.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Kepala Staf Presiden Moeldoko (kiri) berdiskusi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat mengikuti Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (6/1/2020).
Foto: WAHYU PUTRO A/ANTARA FOTO
Kepala Staf Presiden Moeldoko (kiri) berdiskusi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat mengikuti Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (6/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, besaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sampai akhir 2019 mencapai Rp 353 triliun atau 2,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai ini lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 269,4 triliun atau 1,82 persen terhadap PDB.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, realisasi defisit tersebut juga lebih tinggi dari perkiraan awal pemerintah, yaitu Rp 296 triliun atau 1,84 persen dari PDB. "Hal ini dikarenakan pendapatan negara yang mengalami tekanan, sementara belanja relatif terjaga di kisaran 93-94 persen," ujarnya dalam pemaparan kinerja APBN 2019 di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Selasa (7/1).

Baca Juga

Dengan defisit tersebut, pembiayaan anggaran per Desember 2019 sudah terealisir Rp 399,5 triliun atau naik dibandingkan tahun sebelumnya, Rp 305,7 triliun.

Sri menyebutkan, pendapatan negara sepanjang 2019 mencapai Rp 1.957 triliun, tumbuh 0,7 persen dibandingkan periode yang sama pada 2018. Pertumbuhan itu mengalami penurunan signifikan dibandingkan 2018 yang mampu mencapai 16,6 persen.

Tekanan penerimaan terutama dirasakan pada penerimaan perpajakan yang hanya tumbuh 1,7 persen. Pada 2019, pertumbuhan penerimaan ini mampu menyentuh 13 persen. Tekanan tersebut berasal dari pajak korporasi maupun pajak terkait aktivitas ekspor dan impor yang mengalami perlambatan seiring pelemahan aktivitas ekonomi global.

Secara nominal, Sri mengatakan, pemerintah berhasil mengumpulkan penerimaan perpajakan Rp 1.5453 triliun sepanjang 2019. "Atau, 86,5 persen dari target awal," kata mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.

Sri menyebutkan, banyak faktor yang memberikan tekanan terhadap penerimaan, terutama dari sisi global dan geopolitik yang dinamis sepanjang 2019. Dimulai dari proses Brexit yang belum menemukan titik temu sejak Januari, dinamika ekonomi di Hong Kong pada Maret.

Terakhir, Sri mengatakan, perang dagang Amerika Serikat dengan Cina yang masih berlanjut. Meski sudah memasuki kesepakatan tahap pertama, masih ada dinamika dari geopolitik. "Di AS sendiri diketahui terjadi impeachment terhadap Presiden AS Donald Trump," katanya.

Sementara itu, dari sisi belanja, besaran realisasinya sepanjang 2019 adalah Rp 2.310,2 triliun atau 93,9 persen dari target, Rp 2.461 triliun. Hanya saja, Sri menyebutkan, pertumbuhannya hanya 4,4 persen, lebih rendah dari tahun 2018 yang mampu mencapai 10,3 persen. Secara tingkat realisasi pun, persentase belanja lebih rendah dibandingkan 2018 yang melebihi 100 persen.

Sebelumnya, pemerintah menutup APBN 2018 dengan defisit sebesar 1,72 persen terhadap PDB. Angka itu disebutkan jauh di bawah target defisit dalam APBN 2018 yang dipatok sebesar 2,19 persen dari PDB.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement