Jumat 20 Dec 2019 13:22 WIB

Pelebaran Defisit Berpotensi Buat Ekonomi RI Kurang Sehat

Defisit APBN sampai akhir tahun 2019 diproyeksi mencapai 2,2 persen.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Defisit APBN melebar
Foto: Republika
Defisit APBN melebar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Ahmad Tauhid menilai, realisasi penerimaan pajak yang lebih rendah akan membuat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sampai akhir tahun ini melebar. Setidaknya, defisit akan mencapai 2,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau batas atas dari proyeksi terbaru pemerintah, yakni 2,0 hingga 2,2 persen.

Tauhid memperkirakan, capaian penerimaan pajak sampai akhir tahun maksimal di kisaran 81 hingga 82 persen. Nilai ini berada di bawah pencapaian biasanya yang rata-rata dapat berada di 93 persen.

Baca Juga

"Shortfall cukup parah ini membuat kita tidak bisa menghindari defisit yang mencapai 2,2 persen dari PDB," katanya ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (19/12) malam.

Banyak dampak yang dapat dirasakan dengan pelebaran defisit ini. Salah satunya, Tauhid mengatakan, penambahan utang.

Dari yang semula sebesar Rp 359 triliun, dapat menembus lebih dari Rp 450 triliun. Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), realisasi per akhir November sudah mencapai Rp 442,9 triliun.

Selain itu, Tauhid menambahkan, keseimbangan primer akan menembus di atas Rp 100 triliun. Per akhir November saja, angkanya sudah menyentuh Rp 101,3 triliun. Artinya, pemerintah harus membayar utang dengan utang baru sebesar itu.

Kondisi tersebut akan menyebabkan perekonomian Indonesia kurang sehat pada masa mendatang. Sebab, pemerintah harus membayar pokok dan bunga utang lebih besar pada tahun-tahun berikutnya. "Dengan kata lain, belanja non Kementerian/ Lembaga semakin besar," kata Tauhid.

Implikasi berikutnya, kementerian/lembaga juga akan semakin tertekan dan proprosi belanja semakin berkurang. Bahkan, Tauhid menilai, mereka akan cenderung mengurangi belanja modal yang sejak sekarangs aja sudah mengalami kontraksi.

Kemenkeu mencatat, total pembiayaan utang sampai akhir November setara dengan 123,3 persen terhadap APBN atau sudah di atas target. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, realsiasi ini karena adanya front loading atau penerbitan surat utang pada awal tahun.

"Jadi, akhir tahun kita sudah fully funded," katanya dalam konfernsi pers kinerja APBN di kantornya, Jakarta, Kamis.

Apabila dilihat lebih rinci, pembiayaan utang itu didominasi oleh penerbitan surat berharga negara (SBN) yang secara neto mencapai Rp 465,1 triliun. Sementara itu, utang dalam bentuk pinjaman secara neto tercatat minus Rp 22,18 triliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement