Senin 06 Jan 2020 09:47 WIB

Garuda Indonesia Batalkan Penerbitan Sukuk 900 Juta Dolar AS

Tahun ini Garuda Indonesia fokus melakukan reprofiling utang 850 juta dolar AS.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Plt Direktur Utama PT Garuda Indonesia Fuad Rizal
Foto: Antara/Galih Pradipta
Plt Direktur Utama PT Garuda Indonesia Fuad Rizal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menyatakan pembatalan penerbitan sukuk senilai 900 juta dolar AS, yang rencananya digunakan untuk refinancing utang-utang yang dimiliki oleh perseroan. Laporan keuangan yang belum selesai menjadi penyebab utama batalnya aksi korporasi tersebut.

Plt Direktur Utama Garuda Indonesia Fuad Rizal mengatakan perseroan harus membatalkan rencana emisi sukuk disebabkan oleh belum selesainya laporan keuangan limited review atau lampiran keuangan audit perseroan sampai dengan tanggal pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Baca Juga

"Meskipun penerbitan sukuk tersebut batal, saat ini masih melakukan pengkajian alternatif pendanaan lain untuk memastikan tetap terealisasinya tujuan refinancing utang keuangan yang jatuh tempo dalam satu tahun. Namun, dengan tetap mematuhi ketentuan yang berlaku," ujarnya dalam keterangan tulis, Senin (6/1).

Menurutnya pada tahun ini perseroan akan memfokuskan melakukan reprofiling utang yang memiliki total outstanding sekitar 850 juta dolar AS. Menurut Fuad, utang tersebut terdiri atas sukuk global senilai 500 juta dolar AS yang jatuh tempo 2020 dan sekitar 400 juta dolar AS merupakan utang jangka pendek dari modal kerja.

“Aksi reprofiling ini untuk mengurangi beban jangka pendek menjadi jangka panjang,” ucapnya.

Adapun salah satu langkah perseroan dalam mengantisipasi hal tersebut adalah penggalangan dana hingga 900 juta dolar AS. Ada tiga opsi yang dijajaki, yakni penerbitan sukuk global hingga 750 juta dolar AS, private placement obligasi dengan nilai sebesar 750 juta dolar AS atau skema peer to peer lending dengan nilai sekitar 500 juta dolar AS.

Namun Fuad belum dapat mengungkapkan opsi mana yang paling berpeluang untuk dieksekusi. Sebab perseroan akan meminta izin terlebih dahulu kepada pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 22 Januari 2020.

RUPSLB tersebut juga bakal menetapkan susunan baru manajemen perseroan menggantikan lima direksi yang dicopot oleh Kementerian BUMN.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement