Senin 09 Dec 2019 10:46 WIB

Manfaatkan Siklus Desember, IHSG Berpeluang Menguat

IHSG dibuka menguat ke posisi 6.194,08.

Seorang mengunjung memotret layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. ilustrasi
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Seorang mengunjung memotret layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada pekan ini berpeluang menguat dengan memanfaatkan siklus penguatan indeks yang biasa terjadi setiap Desember. IHSG pada hari ini, Senin (9/12), dibuka menguat 7,21 poin atau 0,12 persen ke posisi 6.194,08.

Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 bergerak naik 1,56 poin atau 0,16 persen menjadi 994,08. "Kendati sentimen pasar kembali diselimuti faktor negatif, tetapi kali ini diharapkan kembali ada momentum siklus tahunan IHSG berpeluang apresiasi padabulan Desember, termasuk peluang bagi IHSG untuk menguat pada pekan ini berpotensi bisa terjadi," kata Kepala Riset Valbury Sekuritas Alfiansyah di Jakarta, Senin (9/12).

Baca Juga

Dari luar negeri, sikap Amerika Serikat (AS) yang membuat keputusan yang kerap kali meruncingkan hubungan dengan China, kali ini AS menyatakan dengan tegas tidak ingin Bank Dunia memberikan pinjaman ke China. Alasannya, karena dana utang digunakan untuk memberi bantuan negara-negara yang lemah secara ekonomi.

Senada, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan kepada komite Dewan Perwakilan Rakyat, AS keberatan dengan program pinjaman dan proyek multitahun lembaga ke China. Meski, program itu tetap disahkan, tetapi pinjaman ke China disebut akan dikurangi.

Ketua Komite Keuangan Senat Charles Grassley, mengatakanBank Dunia menggunakan dolar dari pajak warga AS, sehingga tidak boleh meminjamkan uang kepada negara-negara kaya yang melanggar hak asasi warga dan berusaha untuk mendominasi negara-negara yang lebih lemah baik secara militer maupun ekonomi.

Sementara itu, ekonomi Argentina kini diambang krisis disebabkan pasar yang bereaksi negatif atas hasil pemilu pendahuluan pada Agustus 2019 di negara tersebut yang dimenangi calon oposisi Alberto Fernandez yang mengalahkan calon petahana yang dikenal propasar Mauricio Macri.

Jika dibandingkan dengan Indonesia, kondisi kesehatan ekonomi, moneter dan fisikal dalam negeri lebih baik dari pada Argentina. Hal itu terlihat dari salah satunya dari defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD). Kendati demikian Indonesia tetap mengantisipasi dampak sekecil apapun terhadap faktor eksternal ini.

Dua hari setelah hasil pemilu pendahuluan Argentina keluar, Bank Indonesia (BI) langsung mengumumkan kebijakan intervensi di pasar spot dan pasar domestik mata uang valas berjangka untuk menstabilkan rupiah yang terdepresiasi terhadap dolar AS, akibat anjloknyapeso Argentina.

Bursa saham regional Asia siang ini antara lain indeks Nikkei menguat 55,6 poin atau 0,24 persen ke 23.410, indeks Hang Seng melemah 4,38 poin atau 0,17 persen ke 26.454,6, dan indeks Straits Times melemah 1,51poin atau 0,05 persen ke posisi 3.193,2.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement