Rabu 14 May 2025 16:46 WIB

IHSG Ditutup Meroket Seiring Kesepakatan Dagang AS dan China

Selain IHSG, kelompok 45 saham unggulan LQ45 naik 21,71 poin atau 2,84 persen.

Rep: Dian Fath Risalah/Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Selasa (8/4/2025).
Foto: Republika/Prayogi
Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Selasa (8/4/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu (14/5/2025) sore WIB, ditutup meroket 147,08 poin atau 2,15 persen ke posisi 6.979,88. Hal itu seiring terjalinnya kesepakatan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.

Dalam pertemuan di Jenewa, Swiss pada 10–11 Mei 2025, kedua negara sepakat menurunkan tarif impor secara signifikan. AS memangkas tarif produk China dari 145 persen menjadi 30 persen. Sementara China menurunkan tarif produk asal AS dari 125 persen menjadi 10 persen.

Baca Juga

Meredanya ketegangan ini langsung berdampak pada pasar keuangan global, termasuk pasar modal Indonesia. IHSG tercatat menguat ke level 6.948,9 pada Senin pagi, dipimpin oleh sektor infrastruktur, energi, dan transportasi.

Selain IHSG, kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 naik 21,71 poin atau 2,84 persen ke posisi 787,08. Sebanyak 418 saham naik dan 218 saham menurun, serta 166 saham tidak bergerak nilainya.

 

"Meredanya ketegangan perang dagang AS-Tiongkok akan berdampak positif bagi pasar modal dunia termasuk IHSG yang berpotensi membaik dan melanjutkan penguatan sejak titik terendah tahun ini di awal April," ujar Chief Investment Officer BNI Asset Management Farash Farich dalam keterangan di Jakarta, Rabu (14/5/2025).

Farash menilai, kesepakatan kedua menjadi sentimen positif bagi investor global, meski belum menjadi penyelesaian final. "Kesepakatan tarif dagang AS-China ini memberikan sentimen positif bagi investor. Seperti disampaikan AS Menteri Keuangan bahwa ini adalah jeda untuk mencegah dampak kerusakan jangka panjang akibat trade war, karena kesepakatan penuh mungkin akan memakan waktu 2–3 tahun," kata Farash.

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus juga mengemukakan hal serupa. "Bursa regional Asia bergerak variasi yang dipicu meredanya ketegangan perdagangan antara AS dan China seputar perdagangan global, setelah AS dan China sepakat untuk menurunkan tarif selama periode 90 hari, serta terkait pemangkasan suku bunga acuan The Fed," ujarnya.

Namun demikian, pelaku pasar masih melihat adanya ketidakpastian atas hasil kesepakatan antara AS dengan China, dengan negosiasi lebih lanjut diharapkan dilakukan dalam beberapa pekan mendatang. Presiden AS Donald John Trump mengatakan, akan berbicara langsung dengan Presiden China Xi Jinping dalam beberapa hari mendatang.

Di sisi lain, pelaku pasar mulai menurunkan harapan mereka mengenai pemangkasan suku bunga acuan The Fed pada tahun ini. Hal itu setelah AS dan China mencapai kesepakatan untuk menurunkan tarif dan meredakan ketegangan dalam perang dagang.

Saat ini, pelaku pasar hanya memperkirakan akan ada dua kali pemangkasan suku bunga yang terjadi pada 2025. Sebelumnya, Goldman Sachs dan Barclays memperkirakan pemangkasan suku bunga terjadi pada September 2025, bukan Juli 2025.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement