REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan (Kemenhub) ikut buka suara soal penyelundupan onderdil motor Harley Davidson dan sepeda Brompton di pesawat Garuda Indonesia. Menurut Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, terdapat regulasi dalam proses pengiriman kargo menggunakan pesawat.
"Dari regulasinya kalau approval tidak tercatat dan membawa sesuatu, tapi nggak dicatat ya ada denda," kata Budi di gedung Kementerian Perhubungan, Kamis (5/12).
Terkait kepatuhan regulasi kargo tersebut, Budi mengatakan, hal tersebut merupakan bagian dari keselamatan yang merupakan tupoksi dari Kemenhub. Semua barang bawaan penumpang yang masuk ke dalam bagasi harus tercatat.
Budi menegaskan, jika barang penumpang yang ada di bagasi pesawat tidak tercatat, ada ketentuan tertentu yang ditanggung maskapai. "Saya sudah tugaskan Bu Dirjen (Polana B Pramesti) dan otoritas bandara melakukan klarifikasi apabila ada yang dilanggar tentu ada ketentuan yang harus dipenuhi," kata Budi.
Sementara, Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Polana B Pramesti menjelaskan, sesuai dengan aturan, ada tahapan sanksi yang dapat diberikan jika terbukti proses kargo di pesawat Garuda Indonesia ilegal. Sanksi tersebut mulai dari peringatan, teguran pertama, hingga teguran ketiga.
Untuk itu, Polana menegaskan, saat ini Ditjen Perhubungan Udara masih melakukan evaluasi kasus penyelundupan tersebut. "Karena kami klarifikasi terkait adanya berita tersebut dikaitkan dengan tugas kami di Kemenhub terhadap kesesuaian potensi indikasi terhadap ketidaksesuaian," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyarankan pejabat Garuda Indonesia yang menyelundupkan onderdil motor Harley Davidson dan sepeda Brompton untuk mundur. Erick memberi tenggat waktu kepada pejabat tersebut untuk mundur sesegera mungkin.
"Sesegera mungkin. Kalau bisa hari ini, ya hari ini," ujar Erick di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta Pusat, Kamis (5/12).
Erick menyampaikan, ia sudah menyarankan kepada yang merasa bersalah atas kejadian tersebut untuk mengundurkan diri sebelum dicopot. Seorang pemimpin, kata Erick, harus berjiwa berani mengakui kesalahannya, bukan mengorbankan orang lain atas kesalahannya.