Kamis 21 Nov 2019 17:19 WIB

Ini Alasan PUPR Belum Sependapat Soal Holding Infrastruktur

Jika BUMN infrastruktur membentuk holding, kesempatan mengikuti proyek lebih kecil.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolanda
Pekerja beraktivitas di area pembangunan infrastruktur (ilustrasi)
Foto: Antara/Risky Andrianto
Pekerja beraktivitas di area pembangunan infrastruktur (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) masih enggan untuk menyetujui pembentukan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) infrastruktur. Rencana holding infrastruktur sudah digaungkan sejak Rini Soemarno memimpin di Kementerian BUMN.

"Itu kan kebijakan Kementerian BUMN. Saya kira sampai hari ini, Menteri PUPR belum mengharap, artinya belum sependapat untuk jangka pendek dilakukan holding," kata Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanudin di Gedung Kementerian PUPR, Kamis (21/11).

Baca Juga

Dia menjelaskan, alasan Kementerian PUPR belum sependapat dengan pembentukan holding infrastruktur karena masih banyak paket proyek besar yang memerlukan BUMN. Kalau BUMN infrastruktuktur holding, kata Syarif, maka semua induk perusahaan dan anggotanya tidak memiliki kesempatan yang lebih besar.

"Karena afiliasi kan tidak bisa, harus satu. Kalau empat dijadikan satu berarti cuma satu yang bisa ikut," tutur Syarif.

Sebelumnya, rencananya perusahaan induk BUMN bidang infrastruktur atau karya akan terdiri atas enam perusahaan. Semua perusahaan tersebut yaitu PT Hutama Karya (Persero) sebagai induk perusahaan dan didukung anggota holding yaitu PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Adhi Karya (Persero) Tbk, PT Waskita Karya (Persero) Tbk, PT Yodya Karya (Persero), dan PT Indra Karya (Persero).

Pembentukan holding tersebut bertujuan untuk menciptakan badan usaha plat merah yang besar, kuat, dan lincah. Khususnya dalam mempercepat pembangunan infrastruktur, serta proyek-proyek strategis nasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement