REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) diperkirakan mempertahankan suku bunga acuan pada level lima persen. Hal yang mendasari suku bunga acuan masih konsisten dalam menjangkar ekspektasi inflasi serta mendorong stabilitas nilai tukar rupiah dalam jangka pendek.
Menurut Ekonom Bank Permata Josua Pardede suku bunga saat ini juga diperkirakan akan tetap membuat aset keuangan rupiah tetap atraktif. Hal ini mempertimbangkan ekspektasi pelaku pasar bahwa Fed masih akan mempertahankan suku bunga acuannya pada FOMC bulan Desember mendatang.
“Bank Indonesia diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan BI7DRR level 5 persen pada RDG bulan ini setelah memangkas suku bunga acuannya sebesar 100bps sejak Juli hingga Oktober 2019,” ujarnya kepada Republika di Jakarta, Kamis (21/11).
Adapun pertimbangan lainnya, menurut Josua, ekspektasi pelaku pasar bahwa bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed yang masih cenderung mempertahankan suku bunga acuannya pada pertemuan The Federal Open Market Committee (FOMC) pada Desember 2019 mendatang.
“Langkah menahan suku bunga acuan juga dengan mempertimbangkan kurva term structure BI yang cenderung flat. Ada juga faktor dari hasil lelang Reverse Repo surat utang negara (RR-SUN) 12 bulan pada 15 November 2019 lalu yang menunjukkan suku bunga RR-SUN 12 bulan masih tetap stabil,” jelasnya.
Sementara Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual menambahkan bank sentral di dunia masih dalam tren memangkas suku bunga untuk antisipasi perlambatan ekonomi tahun depan. Jika Bank Indonesia kembali mengambil ruang pemangkasan pada bulan ini, David menilai akan terjadi pesimisme di pasar bahwa perlambatan ekonomi terjadi jauh di bawah ekspektasi.
“Mesti lihat permintaan kredit masih lemah. Jadi kalau menurunkan lagi mungkin pelaku pasar lihat pertumbuhan ekonomi ke depan lebih rendah dari yang didengungkan," ucapnya.