REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jika ditanya, apa saja sih instrumen pasar modal Syariah? Mungkin kamu akan menjawab saham syariah, reksa dana Syariah, dan sukuk. Tapi, tahukah kamu bahwa sebenarnya masih ada instrumen pasar modal syariah yang belum kamu sebutkan.
Selain instrumen yang disebutkan di atas, pasar modal syariah juga memiliki dana investasi real estat syariah, dan efek beragun aset syariah. Kedua instrumen ini belum ada di Indonesia, namun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah mengatur payung hukumnya.
Dana Investasi Real Estate Syariah
Dana investasi real estat syariah atau biasa disebut DIRE syariah adalah wadah untuk menghimpun dana masyarakat. DIRE diinvestasikan pada aset real estat, aset yang berkaitan dengan real estat dan/atau kas dan setara kas yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah di Pasar Modal.
Seperti halnya reksa dana Syariah, DIRE juga berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK), yaitu kontrak antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang mengikat pemegang DIRE Syariah. Manajer Investasi diberi wewenang untuk mengelola investasi dan Bank Kustodian diberi wewenang sebagai tempat penitipan dana.
DIRE syariah dibentuk untuk berinvestasi pada aset real estat yang menghasilkan pendapatan sewa seperti pusat perbelanjaan, hotel, rumah sakit, gedung perkantoran, pergudangan dan industri.
DIRE syariah hanya diperbolehkan memiliki portofolio investasi berupa:
● Aset Real Estat (tanah secara fisik dan bangunan yang ada di atasnya) paling sedikit 80 persen dari Nilai Aktiva Bersih (NAB),
● Aset lainnya paling banyak 20 persen dari NAB, yaitu:
1. Aset yang berkaitan dengan real estat,
2. Instrumen pasar uang, atau
3. Portofolio efek berupa Efek yang diterbikan di dalam negeri, dan/atau Instrumen keuangan lain yang memperoleh penetapan OJK sebagai efek.
Pendapatan DIRE syariah berasal dari pendapatan sewa yang dibayarkan tenant yang menyewa. Hasil pembayaran itu kemudian dibagikan kepada pemegang unit penyertaan DIRE syariah secara berkala dengan tingkat pembagian dividen minimal 90 persen dari penghasilan bersih DIRE syariah.
Namun demikian, DIRE syariah juga memiliki larangan dalam berinvestasi, diantaranya adalah:
● tanah kosong; atau properti yang masih dalam tahap pembangunan (tidak termasuk dekorasi ulang, perbaikan (retrofitting dan renovasi karena aset semacam ini belum beroperasi sehingga tidak produktif.
● berinvestasi pada aset Real Estat, Aset yang Berkaitan Dengan Real Estat, dan/atau aset lain yang berada di luar wilayah Indonesia,
● berinvestasi pada aset Real Estat, Aset yang Berkaitan Dengan Real Estat, dan/atau aset lain yang masih dalam sengketa.
Seorang mengunjung memotret layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (28/6/2019).
Efek Beragun Aset Syariah
Efek beragun aset syariah atau disingkat EBA syariah merupakan salah satu instrumen sekuritisasi yang sesuai syariah. Secara mudahnya transaksi sekuritisasi dilakukan dengan mentransformasi aset yang tidak likuid menjadi aset yang likuid dengan cara pembelian aset keuangan dari originator.
Misalnya sebuah bank syariah telah menyalurkan pembiayaan jangka panjang (10 hingga 15 tahun) kemudian ingin mendapatkan uang pembiayaan yang disalurkan saat ini untuk memperbaiki struktur modalnya, maka bank syariah tersebut dapat menebitkan EBA Syariah.
EBA syariah memiliki dua jenis. Pertama adalah EBA berbentuk Kontrak Investasi Kolektif Syariah (KIK EBAS), dan yang kedua adalah EBA Syariah berbentuk Surat Partisipasi yang selanjutnya disingkat EBAS-SP.
KIK EBAS adalah kontrak antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang mengikat pemegang Efek Beragun Aset Syariah dimana Manajer Investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan Penitipan Kolektif, yang pelaksanaannya tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah di Pasar Modal.
Portofolio KIK EBA Syariah berupa aset keuangan persyaratan aset keuangan dalam portofolio investasi KIK EBAS yaitu:
● berupa aset keuangan yang memiliki atau menghasilkan arus kas,
● aset keuangan secara hukum sah dimiliki atau dalam pengendalian originator, dan
● aset keuangan dapat dipindahtangankan secara bebas kepada KIK EBAS.
Aset keuangan yang menjadi portofolio KIK EBAS diperoleh dari originator melalui jual beli atau tukar menukar putus/lepas secara hukum. Namun, berdasarkan syariah, transaksi tersebut tidak dapat dilakukan bila originator tidak memiliki kepemilikan atas aset yang disekuritisasi, sehingga pembiayaan perumahan rakyat yang dapat disekuritisasi ialah akad yang originator masih memiliki kepemilikan seperti akad Ijarah Mumtahiya Bi Tamlik (IMBT) dan Musyarakah MutanaQisah (MMQ).
Sementara, EBAS-SP adalah efek beragun aset yang portofolionya berupa kumpulan piutang atau pembiayaan pemilikan rumah yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. EBAS SP dapat ditawarkan melalui penawaran umum atau tidak melalui penawaran umum.
EBAS SP hanya boleh diterbitkan dalam rangka pembiayaan sekunder perumahan. Pembiayaan sekunder perumahan ialah penyelenggaraan kegiatan penyaluran dana jangka menengah dan/atau panjang kepada originator dengan melakukan:
● pembelian kumpulan piutang originator dan menjualnya melalui penerbitan EBAS SP, atau
● pembelian kumpulan piutang originator dari hasil penerbitan EBAS SP.
Saat ini pihak yang memiliki tugas dan fungsi untuk melakukan pembiayaan sekunder perumahan ialah PT Sarana Multigriya Finansial (Persero).
Kedua instrumen pasar modal syariah ini memang masih belum di Indonesia, mari kita doakan saja semoga kedua instrumen ini segera hadir di tengah-tengah kita ya sebagai alternatif portofolio investasi syariah.