Selasa 19 Nov 2019 10:17 WIB

AAUI: Perlu Ada Insentif Asuransi Bagi Pengadaan Kapal Baru

Insentif sejalan dengan kebijakan yang mewajibkan kapal oleh perusahaan nasional.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolanda
Kapal tunda (tug boat) melintas di dekat Terminal Nilam, Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (4/10). Berdasar data Badan Pusat Statistik, nilai ekspor Indonesia periode Januari Agustus 2018 mencapai US$120,10 miliar atau meningkat 10,39 persen dibanding  periode yang sama tahun 2017.
Foto: Ronny Muharman/Antara
Kapal tunda (tug boat) melintas di dekat Terminal Nilam, Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (4/10). Berdasar data Badan Pusat Statistik, nilai ekspor Indonesia periode Januari Agustus 2018 mencapai US$120,10 miliar atau meningkat 10,39 persen dibanding periode yang sama tahun 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mendorong pemerintah untuk memberikan insentif bagi pengadaan kapal baru. Pemberian insentif ini agar perusahaan asuransi (marine full) dapat memberikan proteksi karena sebagian kapal di Indonesia sudah berusia tua.

Direktur Eksekutif AAUI Dody Achmad Sudyar Dalimunthe mengatakan pemberian insentif akan lebih komprehensif sejalan dengan kebijakan baru Kementerian Perdagangan yang mewajibkan kapal dan pengangkutan barang ekspor oleh perusahaan asuransi nasional. 

Baca Juga

“Kapal tua relatif manuvernya tidak bagus karena usai, kekuatan fisik kapal menjadi faktor kerentanan dan risiko tinggi,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Senin (18/11) malam.

Menurutnya saat ini sudah ada 22 perusahaan asuransi yang bergerak dalam bisnis marine hull, empat di antaranya bergabung dalam konsorsium, sisanya bergerak secara individu. Nantinya setelah ada kebijakan baru dari Kementerian Perdagangan maka setiap barang yang diekspor wajib menggunakan asuransi nasional, tidak lagi asuransi luar negeri yang sebelumnya diserahkan kepada pembeli di luar negeri.

“Premi diharapkan besarannya sama dengan premi ekspor yang dilakukan sebelumnya oleh asuransi luar negeri,” ucapnya.

Saat ini, lanjut Dody, sistem terus dikembangkan antara Kementerian Perdagangan dengan perusahaan asuransi baik konsorsium dan perusahaan individu. Harmonisasi sistem tersebut ditargetkan sudah selesai pada triwulan terakhir tahun ini dan sudah bisa direalisasikan pada 2020.

Dody menambahkan premi asuransi pengangkutan barang seperti batu bara dan minyak sawit mentah (CPO) untuk ekspor lebih kecil dibandingkan asuransi nasional karena pemilik atau pembeli (importir) barang di luar negeri memilih asuransi di luar negeri juga.

“Premi perusahaan asuransi nasional lebih besar karena memiliki risiko lebih tinggi yakni melalui jalur sungai hingga ke kapal lebih besar dan belum mencakup asuransi untuk ekspornya,” jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement