REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan, impor bahan baku di sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) mengalami penurunan. Merosotnya daya beli masyarakat dinilai menjadi salah satu penyebabnya.
Selain itu, menurutnya, paradigma masyarakat dalam berbelanja pun sudah berubah. "Fashion juga sudah berubah. Anak muda sekarang sudah tidak pakai blue jeans, mereka lebih banyak pakai kaos-kaos, celana training, nggak pakai jeans," ujar Ketua API Ade Sudrajat saat dihubungi Republika.co.id, Ahad, (17/11).
Di tengah perekonomian global yang melambat, kata dia, seluruh sektor industri memang lambat. Tidak hanya industri tekstil, industri makanan dan minuman pun turut melambat.
Tahun depan, ujar Ade, industri TPT dapat membaik sepanjang daya beli masyarakat membaik. "Membaik berarti lapangan kerja luas terbuka, banyak investasi dalam negeri, dan ada insentif dari pemerintah untuk masyarakat, misalnya seperti waktu zaman Presiden SBY ada BLT (Bantuan Langsung Tunai)," tuturnya.
Ia berharap harga komoditas seperti karet, sawit, kakao, dan lainnya pun turut membaik. Pasalnya, rata-rata sumber penghasilan masyarakat Indonesia dari bertani.
"Bila harga komoditas membaik, petani dapat penghasilan. Dengan begitu meningkatkan daya beli," kata Ade.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Oktober tahun ini impor bahan baku turun 18,76 persen dibandingkan periode sama tahun lalu. Hanya saja bila dibandingkan September 2019, impor tersebut naik 6,17 persen menjadi 10,89 miliar dolar AS.