Jumat 08 Nov 2019 08:28 WIB

Tiga Asosiasi IHT Kritisi Rencana Revisi PP 109/2012

Industri Hasil Tembakau itu selain padat karya, juga padat aturan.

Petani menjemur tembakau di Tuksongo, Magelang, Jawa Tengah. (ilustrasi)
Foto: Republika/ Wihdan
Petani menjemur tembakau di Tuksongo, Magelang, Jawa Tengah. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tiga asosiasi Industri Hasil Tembakau (IHT) meminta Presiden Jokowi memperhatikan kelangsungan industri tembakau dari ancaman kebijakan yang akan mematikan IHT. Ketiga asosiasi itu adalah Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), dan Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi).

Permintaan itu terkait munculnya usulan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk merevisi Peraturan Pemerintah 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Usulan revisi itu dikhawatirkan memberi dampak negatif yang luar biasa bagi IHT, baik dari sisi keberlangsungan usaha dan penyerapan tenaga kerja. Ketiga asosiasi menolak rencana revisi PP 109/2012.

Baca Juga

“Kami akan menyurati Bapak Presiden untuk menyuarakan dan menjelaskan penolakan kami atas usulan revisi PP 109/2012. Kami harap beliau dapat mempertimbangkan dan merumuskan keputusan yang tepat,” ujar Ketua Umum Gaprindo Muhaimin Moefti di Jakarta, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (8/11).

Moefti meyakini Presiden dan kabinet barunya dapat mendengarkan aspirasi dari para asosiasi pelaku IHT yang memiliki kontribusi besar dalam menggerakkan perekonomian negara. Sebelumnya, beredar pemberitaan bahwa Kemenkes memberikan usulan terkait rancangan revisi PP 109/2012.

Beberapa poin revisi tersebut adalah memperluas ukuran gambar peringatan kesehatan dari 40 persen menjadi 90 persen. Lalu pelarangan bahan tambahan dan melarang total promosi dan iklan di berbagai media, dengan dalih adanya peningkatan prevalensi perokok anak.

“Kami melihat pemerintah, khususnya Kemenkes, belum melakukan upaya konkret mencegah perokok anak. Ironisnya, malah industri yang melakukan inisiatif pencegahan anak merokok. Ini seolah–olah kami dihukum akibat kelalaian mereka dalam menjalankan tugasnya. Kami bersedia diatur, tapi jangan dilarang,” ujar Moefti menjelaskan.

Apalagi, kata Moefti, asosiasi tidak pernah dilibatkan dalam proses perumusan. Justru informasi wacana revisi diketahui dari pemberitaan media. Padahal industri sudah terpukul dengan kenaikan cukai sebesar 23 persen yang akan mulai berlaku Januari 2020.

Di kesempatan yang sama, Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPRI) Henry Najoan berharap pemerintah tidak melanjutkan niat merevisi PP 109/2012. "Kami melihat aturan yang ada saat ini masih sangat relevan untuk dijalankan,” ujar dia.

“Kita di industri makin berat. Awalnya pengamanan, lalu pengendalian. Sekarang, kalau usulan revisi ini dilanjutkan, maka akan jadi pelarangan tembakau," ucap Henry melanjutkan. "Jadi, IHT itu selain padat karya, juga padat aturan. Untuk itu, demi keberlangsungan industri, sebaiknya wacana revisi itu tidak dilanjutkan."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement