REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) akan menggunakan tahun dasar baru untuk perhitungan inflasi pada tahun depan. Pergantian ini termasuk menyertakan transaksi niaga elektronik atau e-commerce yang kini sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti menuturkan, pada 2020, BPS akan menghitung tingkat inflasi menggunakan tahun dasar 2018. Sampai tahun ini, BPS masih memakai acuan tahun dasar 2012.
"Perubahan ini membuat paket komoditas akan berubah, termasuk menginput e-commerce," ujarnya dalam Workshop Peningkatan Wawasan Statistik kepada Media di Jakarta, Kamis (7/11).
Saat ini, Yunita menjelaskan, BPS sebenarnya sudah mulai memperhitungkan transaksi digital dalam perhitungan Indeks Harga Konsumen (IHK). Tapi, masih terfokus pada transportasi daring (online), yakni penggunaan jasa melalui aplikasi seperti Grab dan Gojek.
Yunita mengatakan, kebijakan tersebut seiring dengan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi terhadap transaksi online. Termasuk saat memesan makan, kendaraan umum hingga mengirimkan barang.
Ke depannya, Yunita menjelaskan, pihaknya akan menyempurnakan transaksi e-commerce di beberapa kota yang memang memiliki transaksi belanja online tinggi. Upaya ini dilakukan agar BPS lebih bisa menangkap realisasi dan potensi perdagangan melalui platform digital di Indonesia.
"Pola konsumsi masyarakat harus kita akomodir, diikuti oleh BPS," tuturnya.
Yunita mengatakan, penyempurnaan yang dilakukan BPS sudah diterapkan di banyak negara. BPS selalu berupaya mengikuti konsep internasional dan mengikuti perkembangannya.
Sementara itu, Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Sri Soelistyowati mengatakan, upaya mendata transaksi ekonomi digital akan difokuskan pada e-commerce informal. Misalnya, jual beli melalui media sosial yang kerap dilakukan pengusaha skala kecil.
"Kontribusi mereka kan sebenarnya besar," kata Lies, sapaan akrabnya.
Berdasarkan riset Google, Temasek dan Bain & Company yang bertajuk e-Conomy SEA 2019, pangsa pasar (gross merchandise value/GMV) e-commerce di Indonesia memiliki nilai terbesar di kawasan ASEAN.
GMV e-commerce Indonesia pada 2015 baru senilai 1,78 miliar dolar AS yang diprediksi tumbuh hingga 20,9 miliar dolar AS sepanjang 2019. Pada 2025, angka itu terus tumbuh sampai 82 miliar dolar AS, setara dengan separuh pangsa pasar e-commerce di kawasan ASEAN.
Dalam laporan yang sama, GMV e-commerce ASEAN pada 2015 adalah 5,58 miliar dolar AS, tumbuh menjadi 38,2 miliar dolar AS hingga akhir tahun 2019. Kemudian, pada 2025, nilainya kembali tumbuh menjadi 153 miliar dolar AS.