Rabu 30 Oct 2019 19:29 WIB

Industri Tunggu Peraturan OJK Soal Sinergi Perbankan

Keberadaan POJK sinergi perbankan akan membantu mengurangi biaya investasi teknologi

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolanda
Direktur Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tris Yulianta (kiri) menyampaikan paparan dalam sosialisasi layanan sistem elektronik pencatatan inovasi keuangan digital di ruangan OJK 'Innovation Center for Digital Financial Technology' (Infinity), Jakarta, Selasa (29/10/2019).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Direktur Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tris Yulianta (kiri) menyampaikan paparan dalam sosialisasi layanan sistem elektronik pencatatan inovasi keuangan digital di ruangan OJK 'Innovation Center for Digital Financial Technology' (Infinity), Jakarta, Selasa (29/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait sinergi perbankan ditunggu-tunggu oleh industri. Pengamat Ekonomi Syariah dari Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) SEBI, Azis Budi Setiawan menyampaikan kebijakan tersebut bermanfaat untuk menyambut kewajiban spin off unit usaha syariah tahun 2023.

"Ini sesuatu yang bagus diakomodasi oleh regulator, karena memang biaya untuk investasi di IT itu cukup besar dan mahal," katanya pada Republika.co.id, Selasa (30/10).

Baca Juga

Ini akan bisa memberikan stimulan bagi bank syariah yang spin off. Akan menyusahkan saat kapabilitasnya masih relatif kecil tapi harus belanja teknologi yang mahal. Ia akan kesulitan untuk ekspansi.

Keberadaan POJK sinergi perbankan akan sangat membantu mengurangi biaya investasi di teknologi. Azis mengatakan aspirasi ini sudah dengan baik ditangkap oleh regulator.

Namun berikutnya, industri dan regulator masih punya pekerjaan rumah. Tidak semua Bank Umum Syariah (BUS) punya skala ekonomi yang besar setelah spin off. Tantangannya kemudian adalah bagaimana BUS bisa kompetitif.

"Di tengah cukup banyak yang konvensional, BUS yang besar akan bersaing ketat, skala ekonomi akan menentukan bisnis BUS tersebut," katanya.

Kondisi cukup menantang ini bisa dialami oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD). Azis mengatakan ini harus jadi komitmen pemegang saham dalam menyuntikkan permodalan sehingga skala ekonominya bisa meningkat.

Rencana konsolidasi BPD juga dapat diarahkan untuk meningkatkan efisiensi. Apalagi kepemilikan BPD seluruhnya pemerintah yang bisa diatur menurut proporsinya masing-masing. Ini penting untuk membuat BUS dengan skala yang besar sehingga bisa bersaing.

"Share kepemilikian sebenarnya bisa dihitung, konsolidasi akan membuat skalanya jauh lebih besar," katanya.

Azis menyampaikan regulator punya peran untuk terus mendorong peningkatan kapasitas. Di sisi lain, industri juga perlu ketegasan dari otoritas terkait desain dari peta jalan industri perbankan syariah agar bisa tumbuh dengan sehat.

Otoritas harus memikirkan juga bagaimana bisa bersaing di regional, tidak hanya jago kandang. Karena saat ini bank-bank asing juga sudah penetrasi. Sehingga bank syariah Indonesia harus mulai visi untuk go global.

"Perbankan kita sangat highly regulated sangat bergantung pada regulasi, sehingga ketegasan otoritas sangat diperlukan untuk drive industri yang sehat," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement