Sabtu 19 Oct 2019 13:46 WIB

Kementan Desain Kawasan Buah dan Tanaman Orientasi Ekspor

Sentra buah dan tanaman yang terpencar-pencar membuat biaya produksi menjadi tinggi.

Kementrian pertanian (Kementan) mendesain kawasan buah dan tanaman hias orientasi ekspor.
Foto: kementan
Kementrian pertanian (Kementan) mendesain kawasan buah dan tanaman hias orientasi ekspor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementrian pertanian (Kementan) mendesain kawasan buah dan tanaman hias orientasi ekspor. Pengembangan kawasan ini dianggap penting agar biaya operasional dan distribusi bisa ditekan.

Direktorat Jenderal Hortikultura menyelenggarakan Focus Grup Discussion (FGD) terkait Grand Design Pengembangan Buah dan Florikultura di Bogor, Rabu (17/10). Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Yasid Taufik mengatakan peluang buah dan tanaman hias dari negara tropis seperti Indonesia terbuka sangat lebar.

Baca Juga

"Potensi tersebut harus diimbangi dengan kesiapan kualitas dan memiliki daya saing. Produknya harus bisa tersedia kapan saja dibutuhkan sesuai spesifikasi yang diminta," ujar dia.

Indonesia berpeluang mengisi pasar buah nasional, regional bahkan global. Produksi buah-buahan Indonesia tercatat 21 juta ton, namun nilai ekspor baru mencapai 317 ton atau baru sekitar 1,5 persen.

photo
Kementrian pertanian (Kementan) mendesain kawasan buah dan tanaman hias orientasi ekspor.

Problem mendasar buah-buahan nasional, kata Yasid, bukan karena tidak ada barangnya, tapi terpencar kecil-kecil di banyak lokasi sehingga biaya operasional dan distribusinya tinggi. Dia menyebutkan tantangan persaingan pasar global dan proteksi dari negara-negara tujuan ekspor semakin ketat.

"Skema tarif makin tidak populer. Akan lebih banyak pertarungan non tarif measurements (NTMs). Butuh tim negosiator dagang yang handal agar produk hortikultura kita bisa dipasarkan lebih luas lagi. Kebun-kebun buah yang tersertifikasi GAP juga harus ditingkatkan jumlahnya," imbuhnya.

Direktur Buah dan Florikultura Kementerian Pertanian, Liferdi Lukman menekankan pentingnya skala usaha dan keterpaduan dalam pengembangan buah dan florikultura nasional.

"Kita harus keluar dari mindset lama yang mengembangkan buah di spot-spot kecil. Desain kawasan produksi ke depan harus memenuhi skala ekonomi tertentu dan ramah terhadap tuntutan pasar lokal maupun ekspor. One region one variety atau satu kawasan satu varietas menjadi pilihan strategis. Sejak awal pelaku usaha perlu dilibatkan sebagai pengungkit pasar. Produk yang dihasilkan petani sejak awal sudah harus didesain untuk memenuhi standar permintaan pasar," ujar Liferdi.

Konsep dasar pembagian perannya, kata Liferdi,  adalah Direktorat komoditas menjadi imam, sedangkan direktorat dan instansi terkait lainnya mendukung. Misalnya Direktorat Buah dan Florikultura mengembangkan kawasan durian 200 hektare di satu daerah, harus didukung oleh lintas eselon 2, lintas eselon 1 bahkan lintas Kementerian/Lembaga. Bupati/Walikota setempat beserta dukungan SKPD.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement