Jumat 18 Oct 2019 13:17 WIB

Gapki: Ekspor Minyak Sawit Indonesia Capai 22,7 Juta Ton

China dan India masih merupakan tujuan ekspor utama minyak sawit Indonesia.

Buruh kerja memanen kelapa sawit di perkebunan. ilustrasi
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Buruh kerja memanen kelapa sawit di perkebunan. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) mencatat ekspor minyak sawit mentah (CPO) nasional dan produk turunannya sepanjang Januari-Agustus 2019 sebesar 22,7 juta ton. Realisasi ekspor tersebut tumbuh 3,8 persen dibandingkan periode sama tahun 2018.

Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono mengatakan khusus Agustus 2019 volume ekspor minyak sawit sebesar 2,891 juta ton atau lebih rendah sekitar satu persen dibandingkan dengan ekspor Juli 2019 sebesar 2,916 juta ton.

Baca Juga

"Volume ekspor minyak sawit bulan Agustus satu persen lebih rendah dibandingkan bulan Juli, meskipun harga rata-rata CPO pada bulan Agustus sekitar 40-50 dolar AS lebih tinggi dibandingkan dengan harga pada bulan Juli," kata Mukti melalui keterangan resmi diterima di Jakarta, Jumat (18/10).

Ada pun volume ekspor minyak sawit Agustus 2019 dipengaruhi oleh penurunan ekspor CPO hingga 115 ribu ton, yakni dari 678 ribu ton pada Juli 2019 menjadi 563 ribu ton.

Namun demikian, ekspor produk turunan kelapa sawit seperti lauric, refined palm oil, biodiesel dan oleochemical mengalami pertumbuhan pada Agustus menjadi 2,328 juta ton dari bulan sebelumnya 2,238 juta ton.

China dan India masih merupakan tujuan ekspor utama. Menurut Mukti, kenaikan ekspor terbesar berasal dari China yang naik sebesar 150 ribu ton dan ke Timur Tengah yang naik 110 ribu ton, serta Amerika Serikat yang naik 90 ribu ton.

"Penurunan ekspor terjadi dengan tujuan India, Bangladesh, Pakistan dan Uni Eropa," kata Mukti

Pada Agustus, ekspor biodiesel mengalami penurunan dibandingkan bulan Juli yaitu dari 187 ribu ton menjadi 162 ribu ton dan tidak tercatat adanya ekspor biodiesel ke Uni Eropa.

Di akhir Agustus, harga CPO masih menunjukkan tren naik. Indonesia sebagai produsen terbesar minyak sawit dinilai perlu memperkuat pengaruhnya dalam keseimbangan supply-demand dan pembentukan harga. Implementasi B20 dan segera dengan B30 pasti diharapkan juga meningkatkan konsumsi dalam negeri dan mengerek harga.

Akan tetapi, mengingat harga minyak sawit dan minyak bumi yang fluktuatif, pengaturannya perlu disusun sedemikian rupa sehingga tidak membelenggu Pertamina maupun produsen biodiesel.

Hal lain yang perlu dilakukan adalah penggunaan langsung CPO untuk pembangkit PLN yang saat ini sudah dilakukan beberapa uji coba di beberapa daerah, serta peningkatan kemampuan mengendalikan stok dengan menambah kapasitas tangki di pabrik kelapa sawit (PKS).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement