Senin 25 Sep 2023 22:46 WIB

Produksi Stagnan, Gapki: Industri Sawit Sedang tak Baik-Baik Saja 

Gapki klaim ada 31 instansi yang ikut andil mengurusi persoalan sawit di Indoensia.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petani memanen buah sawit di kebunnya di Desa Tibo, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.
Foto: Antara/Mohamad Hamzah
Petani memanen buah sawit di kebunnya di Desa Tibo, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menilai, sektor sawit sebagai industri strategis nasional sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja bahkan perlu kewaspadaan.

Produksi minyak sawit dan kinerja ekspor Indonesia tercatat sedang mengalami stagnansi dalam beberapa tahun terakhir. Di sisi lain, eskalasi politik global juga memberikan tekanan pada harga komoditas penopang ekonomi Indonesia ini. Sementara hambatan dalam negeri belum kunjung terselesaikan.

Sekretaris Jenderal Gapki, Hadi Sugeng mengungkapkan peningkatan konsumsi di pasar global yang diperkirakan akan terjadi dalam beberapa tahun kedepan tidak dibarengi dengan pertumbuhan produksi minyak sawit, baik itu minyak sawit mentah (CPO) ataupun minyak kernel (PKO). Padahal Indonesia merupakan produsen sekaligus eksportir terbesar kelapa sawit dunia.

“Beberapa tahun belakang produksi minyak sawit Indonesia stagnan di 51 juta ton, pun kinerja ekspor juga menurun. Meskipun volume ekspor meningkat di tahun ini, tapi nilainya menurun akibat harga,” kata Sugeng dikutip dari pernyataan tertulisnya, Senin (25/9/2023). 

Ia mendata, saat ini kelapa sawit Indonesia menguasai sekitar 58 persen pasar minyak nabati global dan lebih dari 40 persen pasar minyak kelapa sawit global.

Sugeng pun memaparkan problematika industri kelapa sawit Indonesia. Menurut dia, banyaknya masalah yang dihadapi akibat tumpang tindih kebijakan serta banyaknya instansi yang turut mengambil andil dalam pengambilan kebijakan industri kelapa sawit.

“Setelah kami petakan setidaknya 31 instansi pemerintah terlibat dalam pengambilan kebijakan, itu mulai dari daerah hingga pemerintah pusat,” jelasnya. 

Dirinya lantas memberi contoh kasus identifikasi kawasan hutan, di mana perusahaan sawit yang mulanya sudah diberikan Hak Guna Usaha (HGU) atau petani yang memiliki Surat Hak Milik (SHM) juga diidentifikasi masuk kawasan hutan. Adapun penetapan melalui rekomendasi gubernur dan juga berbagai instansi terlibat.

"Semestinya pelaku usaha yang sudah memiliki SHM atau HGU sudah final, karena dalam prosesnya melibatkan semua institusi terkait dan juga mempertimbangkan tata ruang yang ada," jelasnya. 

Sementara itu, oemerintah Indonesia pun mengimplementasikan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UUCK) yang akan membebankan denda administratif bagi pelaku usaha serta dikembalikannya perkebunan menjadi kawasan hutan setelah satu daur tanaman kelapa sawit

"Gapki mengharapkan kepastian kebijakan agar tercipta industri yang berkelanjutan dan kesinambungan investasi,” ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement