Jumat 27 Sep 2019 16:45 WIB

Bea Cukai Amankan Jastip Modus Splitting dari Belanda

Barang jastip yang diamankan berupa tas, sepatu, kosmetik, perhiasan dan iPhone

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Nidia Zuraya
Fenomena bisnis jasa titip (jastip).
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Fenomena bisnis jasa titip (jastip).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta melakukan penindakan terhadap satu rombongan yang menggunakan modus memecah barang pesanan jasa titipan (jastip) atau splitting di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Banten, pada Rabu (25/9). Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi menyampaikan, rombongan tersebut terdiri atas 14 orang yang terbang dalam dalam satu pesawat yang sama dalam menuju Bandara Soekarno-Hatta-Abu Dhabi-Amsterdam.

"Kita berhasil melakukan identifikasi dan menindak 14 orang yang membawa barang-barang mewah yang kita duga milik satu orang dalam sebuah akun instagram," ujar Heru saat jumpa pers tentang kegiatan penertiban impor barang bawaan penumpang jasa titip (jastip) di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta Timur, Jumat (27/9).

Baca Juga

Heru beranggapan akun atau satu orang ini lah yang membelikan tiket kepada 14 orang untuk pulang-pergi Belanda-Indonesia dan membeli barang-barang mewah tersebut.

"Masing-masing orang membawa tiga sampai empat jenis barang seperti tas, sepatu, kosmetik, perhiasan, pakaian, dan iPhone 11," ucap Heru.

Heru menyampaikan modus memecah barang pesanan jastip dilakukan guna mengakali batas nilai pembebasan sebesar 500 dolar AS per penumpang yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 203/PMK.04/2017 tentang ketentuan ekspor dan impor barang yang dibawa penumpang dan awak sarana pengangkut.

"Jadi barang-barang ini seolah-olah punya masing-masing dari 14 orang ini, padahal tidak," kata Heru.

Heru mengatakan barang-barang jastip tersebut masih diamankan di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Barang-barang tersebut, kata Heru, posisinya sama dengan barang dagangan bukan barang milik pribadi, oleh karenanya akan diperlakukan sebagaimana barang dagangan lainnya yakni pengenaan pajak barang impor dari jasa titip yang terdiri atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen, Pajak Penghasilan (PPh) 10 persen, dan bea masuk 7,5 persen.

Barang tersebut rata-rata dikenakan pajak sekitar 25-27 persen. "Kita arahkan seperti barang komersial lain. Kita suruh dia memenuhi ketentuan normal yaitu semua harus dibayar dari fiskal, dokumen-dokumen juga harus seperti barang komersial lain karena dia sedang berdagang," ungkap Heru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement