REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengembalian pajak pertambahan nilai (PPN) atau value added tax (VAT refund) untuk wisatawan mancanegara (wisman) atau turis dinilai menjadi hal yang krusial dalam meningkatkan pemasukan devisa melalu belanja turis. Sebelumnya, pengembalian PPN bagi turis yang berbelanja di Indonesia bisa dilakukan jika turis memiliki nilai PPN minimal Rp 500 ribu dalam satu Faktur Pajak Khusus (FPK) yang dikeluarkan dari satu toko ritel pada hari yang sama dengan batas minimal jumlah belanja tetap sebesar Rp 5 juta.
Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Permintaan Kembali Pajak Pertambahan Nilai Barang Bawaan Orang Pribadi Pemegang Paspor Pribadi yang diteken pada 23 Agustus 2019 terdapat kebijakan baru, di mana nominal minimal belanja turis tetap Rp 5 juta, namun bisa berasal dari banyak toko dan tidak mesti belanja dalam waktu yang sama.
Fasilitasi VAT refund untuk turis ini berlaku bagi pelancong mancanegara yang berbelanja di lima bandara internasional, yakni Bandara Soekarno-Hatta Jakarta, Ngurah Rai Denpasar Bali, Kualanamu Medan, Adi Sutjipto Yogyakarta, dan Djuanda Surabaya, Jawa Timur.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu Hestu Yoga Saksama menyampaikan, poin penting dalam keberhasilan program pengembalian PPN bagi turis ialah sosialiasi. Sejauh ini, DJP sudah menggelar sosialisasi di beberapa titik strategis, yakni di Bali dan Jakarta pada Kamis (26/9), serta di Yogyakarta pada 30 September mendatang.
Dalam sosialiasi pengembalian PPN untuk turis di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (26/9), DJP mengundang sekitar 200 pengusaha kena pajak (PKP) ritel.
Yoga berharap PKP ritel yang terlibat dalam program ini semakin meningkat. Hingga September 2019, kata Yoga, baru 55 PKP ritel yang bergabung dengan program ini atau masih ada sebanyak 145 PKP ritel yang belum ikut serta. Yoga menilai, dari 55 PKP yang sudah ikut program ini saja sudah terdapat sekira 600 toko yang menyediakan layanan pengembalian pajak bagi turis.
"Apalagi kalau yang 145 PKP di sini ikut bergabung, maka akan lebih banyak lagi," ujar Yoga saat peluncuran logo dan sosialisasi tax refund di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (26/9).
Yoga menilai, kebijakan baru yang tak lagi mengharuskan turis belanja di satu tempat dan hari yang sama diyakini akan menarik minat para PKP ritel.
"Itu yang kita lakukan untuk mempermudah dan membantu supaya ritel semakin banyak bergabung dan belanja turis juga semakin banyak," kata Yoga.
Yoga menambahkan, pemerintah juga memberikan kemudahan dalam proses klaim, di mana turis cukup menunjukan paspor dan boarding pass serta barang yang dibeli untuk mendapatkan pengembalian pajak.
"Begitu ajukan, barangnya ada, dicap, duitnya diberikan on the spot, kalau di bawah Rp 5 juta, kalau di atas itu kita transfer maksimal 1 bulan," ucap Yoga.
Yoga menilai insentif menarik bagi turis dalam belanja di Indonesia akan berdampak signifikan bagi citra pariwisata dan juga mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Yoga tidak menampik keinginan para PKP ritel yang menginginkan minimal nominal belanja diturunkan menjadi Rp 1 juta, namun hal tersebut belum dapat dilaksanakan lantaran terbentur dalam undang-undang PPN.
"Saya setuju (diturunkan), tapi nanti di UU PPN berikutnya bisa kita turunkan karena dasarnya di negara-negara lain rata-rata2 Rp 1 juta. Nanti kita tunggu perubahan UU dengan DPR juga," lanjutnya.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Suryo Utomo mengajak para PKP ritel untuk bergabung dan menyukseskan program pengembalian pajak untuk turis.
"Kalau ada 200 PKP yang hadir di sini, dengan segala hormat untuk memajukan perekonomian, khususnya pariwisata, yang 145 PKP juga bergabung agar semakin banyak turis belanja di Indonesia," kata Suryo.
Suryo menyampaikan jumlah turis dan pengeluaran belanja di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Program pengembalian pajak untuk turis diharapkan semakin mendorong penerimaan negara dari devisa belanja turis, terutama dari sisi suvenir.
Suryo menilai kebijakan baru di mana turis belanja bisa di banyak tempat dan hari yang berbeda merupakan terobosan yang diyakini mendorong tingkat pertumbuhan belanja turis.
"Kalau belanja Rp 5 juta untuk satu faktur di hari yang sama, kita juga mikir (kalau jadi konsumen). Ini salah satu langkah stimulasi untuk turis datang dan belanja lebih banyak," lanjut Suryo.
Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Belanja Indonesia (Hippindo) Budiardjo Iduansjah mengatakan program pengembalian pajak untuk turis merupakan momentum baik bagi ritel dalam berkontribusi dalam sektor pariwisata. Namun begitu, Budi meminta minimal transaksi pengembalian pajak untuk turis yang minimal Rp 5 juta diturunkan menjadi Rp 1 juta agar semakin menarik minat turis berbelanja.
"Harapan kami bisa diturunkan Rp 1 juta biar semakin banyak (ritel) yang daftar," ucap Budi.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengatakan sektor pariwisata, terutama dari sisi belanja turis menjadi andalan bagi pemerintah dalam mendulang devisa.
"Tahun ini ditargetkan 20 miliar dolar AS devisa. Artinya diharapkan selama yang kita lihat efektif ialah belanja turis," ungkap Tutum.
Tutum menilai sektor belanja menjadi alasan bagi turis datang berulangkali ke negara. Berbeda dengan alasan menikmati pemandangan alam yang dinilai tidak sesering bagi turis yang datang karena alasan belanja.
"Singapura dan Hong Kong, turis nggak bosan datang, ya karena barangnya, merek ini murah loh di sini," ucap Tutum.
Sebelumnya, Tutum juga menyayangkan kebijakan minimal transaksi Rp 5 juta untuk satu tempat dan satu hari yang sama. Namun kini, dengan kebijakan baru cukup memberikan kelonggaran bagi turis dan juga pengusaha ritel. Meski demikian, Tutum mendorong penurunan minimal transaksi belanja menjadi Rp 1 juta sebagaimana negara-negara di Asia Tenggara lainnya.
"Kalau turis belanja di negara tetangga bisa dengan Rp 1 juta, kenapa kita tidak bisa, ini logika persaingan. Makanya kita usulkan kepada kementerian kalau ada kesempatan ubah minimal transaksi belanja, saya dengar kemungkinan akan diubah peraturan PPN ini," kata Tutum.
Dari sisi pelaku ritel, lanjut Tutum, relatif mudah untuk mengimplementasikan program pengembalian pajak untuk turis lantaran hanya perlu memberikan pelatihan kepada kasir hingga mempersiapkan teknologi yang diperlukan.
"Kita harus melakukan hal yang sama dan bahkan lebih baik dari negara lain soal ini," lanjut Tutum.