Selasa 24 Sep 2019 01:10 WIB

Buwas Sebut Ada Pemalsuan Beras BPNT, Kemensos: Buktikan

Keluarga penerima manfaat mengaku puas dengan mekanisme BPNT saat ini.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Pekerja mengangkat beras di Gudang Bulog Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (31/5).
Foto: Antara/Yusran Uccang
Pekerja mengangkat beras di Gudang Bulog Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (31/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama Bulog, Budi Waseso menyebut telah menemukan sejumlah fakta adanya praktik pemalsuan beras dalam penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Merespons itu, Kementerian Sosial mendukung langkah Bulog untuk membuktikan penyimpangan yang ditemukan.

Direktur Jenderal Penanggulangan Fakir Miskin, Kemensos, Andi Zainal Dulung, mengatakan, sejauh ini belum ada keluhan dari para Keluarga Penerima Manfaat (KPM) soal pemalsuan beras BPNT. Sementara, mengenai dugaan pemalsuan beras Bulog yang diganti dengan beras berkualitas buruk, Andi mempersilakan Bulog menuntut oknum yang ditengarai memalsukannya.

Baca Juga

"Kemensos mendukung perbaikan kualitas atau memberantas mafia yang katanya (Bulog) ada. Kalau bisa ditangkap dan ditertibkan, bagus sekali," kata Andi kepada Republika.co.id, Senin (23/9).

Andi menjelaskan, survei dari Microsave menunjukkan, sebanyak 96 persen KPM puas dengan mekanisme BPNT dibanding saat penyaluran dengan skema Beras Sejahtera (Rastra). Sementara itu, warung-warung yang ditunjuk sebagai agen penyalur atau E-Warong merasa puas karena bisa mendapatkan keuntungan tambahan dari penyaluran bantuan.

Karena itu, ia mengatakan, BPNT harus tetap jalan sesuai mekanisme yang diterapkan. Sejak BPNT dimulai pada tahnu 2017, pemerintah juga telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 6 triliun. Adapun tahun ini, total anggaran sekitar Rp 20 triliun karena BPNT telah diterapkan 100 persen kepada 15,6 juta KPM di seluruh Indonesia.

Lagi-lagi, Andi kembali menyampaikan pihaknya mendorong Bulog menghasilkan beras yang berkualitas tinggi. Sebab, hanya dengan kualitas, Bulog dapat memikat KPM agar mau mengkonsumsi beras Bulog yang selama ini dianggap sebagai beras berkualitas rendah.

"Yang jelas, beras begini (kualitas rendah) ditolak oleh KPM dan mereka berhak," ujar Andi.

Andi juga merespons soal temuan Bulog yang menyebut ada 300 E-Warong 'siluman' karena statsusnya tidak jelas. Menurut Andi, E-Warong merupakan tanggung jawab bank-bank pemerintah. Kemensos, kata dia, ditugaskan membagikan uang pemerintah via bank pemerintah dan perbankan yang bersangkutan ditugaskan menunjuk agen E-Warong untuk menyalurkan bantuan beras.

Menurut dia, jika terdapat E-Warong yang hanya buka pada saat masa-masa penyaluran tidak menjadi masalah. Justru, yang menjadi masalah jika E-Warong terus tutup ketika masa penyaluran BPNT.

Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso, mengungkap sejumlah  praktik penyelewengan beras yang digunakan dalam program BPNT. Ia menyebut, penyimpangan terutama terjadi pada kualitas beras yang tidak sesuai dengan keterangan pada kemasan.

Buwas mengatakan, ia bersama Satgas Pangan menemukan sejumlah sampel beras yang kualitasnya tidak sesuai dengan apa yang tertera pada kemasan. Pada kemasan tertulis beras 'premium' namun isi beras ternyata berkualitas 'medium'. Sementara, para Keluarga Penerima Manfaat (KPM) tetap harus membayar dengan harga premiun yang lebih mahal.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement